Bangkalan – Debat mengenai cara mengatasi greenflation (inflasi hijau) menjadi salah satu diantara perbincangan utama publik setelah Debat Keempat Pilpres 2024, yang berlangsung pada Minggu, 21 Januari 2024, Minggu (28/1/2024).
Pada debat tersebut, Cawapres Nomor Urut 2, Gibran Rakabuming Raka (Gibran), mengajukan pertanyaan kepada Mahfud MD., Cawapres Nomor Urut 3, mengenai strategi penanganan greenflation.
Jawaban Mahfud MD., menjadi sorotan dan kini publik di bumi nusantara berusaha memahami lebih dalam tentang pandangannya terhadap masalah ini (cara mengatasi greenflation, red.).
Mahfud MD., memberikan jawaban dengan menekankan pada konsep ekonomi hijau atau ekonomi sirkuler. Ia mengatakan bahwa untuk mengatasi greenflation, kita perlu menjalankan ekonomi hijau di mana produk ekonomi tidak hanya diproduksi dan dimanfaatkan, tetapi juga didaur ulang, bukan dibuang begitu saja.
Contoh yang diberikannya adalah kegiatan daur ulang yang telah menjadi kesadaran masyarakat, seperti yang dilakukan oleh orang Madura yang mengumpulkan dan mengolah sampah-sampah, termasuk plastik.
Mahfud MD., juga menegaskan bahwa kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah dapat menjadi langkah awal untuk mengatasi masalah greenflation (inflasi hijau, istilah yang dipakai Mahfud MD., dan juga Gibran dalam debat, red.).
Menurutnya, ukuran kemajuan ekonomi tidak hanya melibatkan pertumbuhan ekonomi, penanggulangan kemiskinan, dan pengurangan ketimpangan ekonomi, tetapi juga pengendalian emisi karbon.
Namun, di tengah jawaban Mahfud MD., dalam debat tersebut, Gibran menyatakan bahwa jawaban tersebut tidak sesuai dengan pertanyaannya. Pernyataan ini mengundang kontroversi, dan Mahfud MD., meresponsnya sebagai sebuah pertanyaan receh yang dianggap tidak perlu dijawab.
Meski debat tersebut menciptakan dinamika politik, untuk menemukan jawaban objektif, agar tak salah paham, kita perlu menjauh dari sentimen politik dan melakukan uji kebenaran terhadap jawaban Mahfud MD., tersebut.
Dalam uji kebenaran koherensi, pendapat Mahfud MD., tampaknya memiliki koherensi dengan pandangan Athenais Gagey, seorang penulis filonomist yang fokus pada Filsafat, Politik, dan Ekonomi di Universitas Warwick, Inggris. Gagey menyoroti beberapa strategi yang dapat membantu mengurangi biaya transisi ke arah ramah lingkungan.
Salah satu strategi yang disebutkan oleh Gagey adalah praktik daur ulang baterai listrik, seperti yang akan diterapkan di Prancis sekitar tahun 2030. Ini sejalan dengan poin jawaban Mahfud MD., tentang pentingnya daur ulang dalam ekonomi hijau (di negara Indenesia, red.).
Selain itu, Gagey juga membicarakan kesepakatan hijau yang diadopsi oleh Uni Eropa untuk memastikan bahwa transisi ke ekonomi ramah lingkungan tidak hanya memberikan dampak positif pada lingkungan, tetapi juga memperhatikan aspek (keadilan sosial) sosial.
Impelementasinya, menurut Gagey, melalui penciptaan dana sosial (social fund) untuk perubahan iklim (climate change), yang bertujuan untuk mengatasi kemiskinan terkait biaya energi dan mobilitas.
Pandangan Gagey dan Mahfud MD., menunjukkan bahwa kebijakan-kebijakan yang mendukung ekonomi sirkuler dan ramah lingkungan dapat menjadi solusi dalam mengatasi greenflation. Strategi daur ulang dan kesepakatan hijau menjadi langkah-langkah konkret yang dapat diambil untuk mencapai tujuan ini.
Meskipun demikian, penting untuk dicatat bahwa setiap strategi yang diusulkan untuk mengatasi greenflation perlu disertai dengan implementasi yang cermat dan pemantauan terus-menerus untuk memastikan efektivitasnya.
Publik perlu terus mengikuti perkembangan selanjutnya, terkait rencana tindakan konkret yang akan diambil oleh pemerintah berikutnya dalam menanggapi atau mengatasi masalah greenflation.