Site icon Madurapers

Aliansi Kopri Soroti Darurat Pelecehan Seksual, Tuntut Langkah Konkret Pemerintah

Aliansi Komisariat Korpri PMII Sumenep saat melakukan audiensi di Kantor Dinsos P3A Sumenep pada Rabu (18/09/2024), (Sumber Foto: Istimewa). 

Sumenep – Aliansi Komisariat Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia Putri (Kopri) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur kembali lakukan audensi.

Diketahui, audensi kali ini dilaksanakan di Kantor Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) Sumenep pada Rabu (18/09/2024).

Aliansi menegaskan bahwa dunia pendidikan di Sumenep saat ini dalam kondisi darurat moral. Fenomena ini memunculkan kekhawatiran besar terkait kualitas pendidikan dan masa depan sumber daya manusia di wilayah tersebut.

Khozaimah, Koordinator Lapangan Aliansi KOPRI Komisariat, menyoroti bahwa pelecehan seksual yang terjadi di sekolah-sekolah di Sumenep menunjukkan kurangnya pengawasan dan tindakan tegas dari pihak berwenang.

“Kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan Sumenep sudah sangat mengkhawatirkan. Jika terus dibiarkan tanpa tindakan yang tegas, dampaknya akan buruk bagi pendidikan dan sumber daya manusia di Kabupaten Sumenep,” ujar Khozaimah dalam keterangan tertulis.

Pernyataan ini mengacu pada sejumlah kasus yang mencuat beberapa bulan terakhir, termasuk kasus pencabulan oleh seorang guru di SD Kebonangung yang hingga saat ini masih menunggu keputusan, serta beberapa kasus perselingkuhan yang melibatkan tenaga pendidik di berbagai sekolah di Sumenep.

“Kasus-kasus ini bukan hanya mencoreng wajah pendidikan, tapi juga mengancam rasa aman siswa dan kepercayaan orang tua terhadap institusi pendidikan,” tambah Khozaimah.

Aliansi KOPRI juga menilai bahwa kurangnya edukasi seksual di sekolah dan ketidakpedulian pihak sekolah terhadap laporan korban menjadi salah satu faktor penyebab maraknya pelecehan seksual ini.

Selain mengkritik pihak sekolah, Aliansi ini juga menyoroti kinerja Dinsos P3A Sumenep yang dinilai tidak serius dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual.

“Dinsos harus lebih serius dalam menangani kasus dan mendampingi korban. Saat ini, masyarakat merasa penanganan tidak maksimal dan sering kali simpang siur,” jelas Khozaimah.

Menurutnya, Dinsos juga perlu memberikan informasi yang lebih terbuka kepada publik, terutama mengenai pendampingan korban kekerasan seksual melalui media yang dapat diakses oleh masyarakat, seperti website resmi.

Selain itu, mereka juga meminta Dinsos untuk lebih transparan dalam memberikan informasi terkait pendampingan korban dan meningkatkan penanganan kasus.

“Kami meminta pihak Dinsos lebih serius lagi dalam menangani kasus kekerasan seksual dan memberikan pendampingan maksimal kepada korban. Selain itu, informasi pendampingan korban harus dipublikasikan dengan jelas agar masyarakat tidak menerima informasi yang simpang siur,” tegas Khozaimah.

Dengan semakin banyaknya laporan pelecehan seksual yang melibatkan tenaga pendidik, Aliansi KOPRI berharap pemerintah segera mengambil langkah tegas demi menciptakan lingkungan belajar yang aman dan kondusif bagi generasi penerus bangsa di Kabupaten Sumenep.

Menanggapi tudingan ini, Kepala Dinas Sosial Sumenep, Mustangin, menjelaskan bahwa pihaknya sudah berupaya maksimal dalam menangani kasus sesuai prosedur.

“Rumah aman bagi korban ada, hanya saja kami tidak bisa memberitahukan lokasinya secara spesifik demi keamanan. Kami juga terus berkolaborasi dengan Dinas Pendidikan dan Polres Sumenep untuk menangani kasus ini,” ujar Mustangin.

Ia juga menambahkan bahwa Dinsos telah menyiapkan tiga psikolog yang siap mendampingi korban, meskipun para psikolog tersebut belum dapat membuka praktik pribadi.

“Kami sudah berusaha menangani kasus ini seserius mungkin. Namun, ada beberapa aspek yang memang di luar tanggung jawab kami, seperti korban yang berada di KPI (Komisi Perlindungan Indonesia),” tambah Mustangin.

Sebatas informasi tambahan, berikut beberapa kasus yang disoroti oleh Aliansi KOPRI Komisariat Sumenep:

1. Seorang guru di SD Kebonangung diduga terlibat kasus pencabulan yang masih menunggu keputusan;

2. Oknum guru di Desa Rubaru terlibat kasus perselingkuhan, meski telah dipindah tugaskan ke Dinas Pendidikan;

3. Seorang kepala sekolah di Desa Pinggir Papas dinonaktifkan karena terlibat perselingkuhan;

4. Kasus yang lebih mengejutkan terjadi di Kalianget, di mana seorang ibu yang berprofesi sebagai guru menjual anaknya kepada selingkuhannya yang juga berstatus kepala sekolah;

5. Kasus perselingkuhan lainnya yang melibatkan guru di SD Pajagalan 1, namun belum diatasi karena belum ada laporan resmi dan bukti kuat.

 

Penulis: Fauzi

Tag:

Exit mobile version