SITUASI ini membuat semua orang resah, panik, dan berkecambuk. Resah karena sadar akan kemampuan diri, panik karena situasi ini bisa membuat kehidupan beratakan, takut diri tidak mampu bertahan. Kita dihadang dengan situasi yang tidak dapat diprediksi bagaimana kedepannya.
Seorang ekonom sekaligus pakar kebijakan publik Narasi Instituate, Achmad Nur Hidayat menyampaikan bahwa gelombang pengangguran akan meningkat di tahun 2023. Dia menjelaskan bahwa kondisi ekonomi global sedang mengalami kesulitan ditambah dengan adannya kabar bahwa resesi global akan terjadi pada tahun 2023.
Seperti yang kita lihat saat ini, sudah mulai banyak perusahaan yang melakukan PHK kepada karyawannya. Hal ini bukan tanpa sebab dilakukan, mereka juga harus memilih perusahaan atau karyawan dan harus mengorbankan sebagiannya.
Mengacu kepada buku Thompson and Hopkin dengan judul Fundamental of Risk Management menyebutkan bahwa resiko itu adalah kombinasi dari probabilitas dari suatu peristiwa dan konsekuensinya. Konsekuensi dapat berkisar positif ataupun negatif.
Dimana resiko itu sebenarnya merupakan hasil dari kombinasi yang dapat dipelajari dan diamati. Jika pemerintah berhasil dalam mengamati dan membaca situasi, maka resiko dapat diminimalisir atau bahkan dapat dihindari. Seperti dibawah ini kita bisa melihat pada data yang ada.
Kita semua mengetahui bahwa pada awal tahun 2020 angka pengangguran mengalami peningkatan yang sangat besar dipicu juga dengan adannya pandemi. Pada pertengahan tahun 2020 pengangguran kembali meningkat sekitar 9,7 juta orang atau 7,07% dari usia kerja yang ada pada tahun itu. Pada awal tahun 2021 sempat terjadi penurunan pengangguran menjadi 8,7 juta namun itu tidak bertahan lama karena pada pertengahan tahun 2021 kembali naik menjadi 9,1 juta.
Melihat dari data di atas sangat jelas angka penganggurannya sangat tinggi. Saya khawatir hal ini akan terus berlanjut hingga tahun 2023 mengingat Indonesia sedang mengalami masa Bonus Demografi dimana angka usia kerjanya sangat tinggi.
Bonus demografi sebenaranya dapat menjadi peluang yang sangat besar bagi Indonesia karena dapat mendorong produktifitas masyarakat, namun sepertinnya pemerintah Indonesia masih belum berhasil memanfaatkan peluang ini, buktinya masih banyak pengangguran di Indonesia.
Deputi bidang ilmu pengetahuan sosial dan kemanusiaan (IPSK) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Tri Nuke Pudjiastuti sempat menyampaikan “Meskipun data menunjukkan 70% dari total jumlah penduduk Indonesia berada pada usia Angkatan kerja namun kualitas masih rendah sehingga berdampak pada pasat tenaga kerja Indonesia”.
Menurut saya pemerintah harus berani mengambil keputusan dan tindakan yang besar terkait hal ini, pemerintah jangan hanya berfokus pada ketersediaan lapangan kerja saja, namun pemerintah juga harus berfokus pada kualitas SDM-nya.
Di Indonesia, pendidikan masih dianggap tidak penting hal ini juga perlu dituntaskan, perbanyak sosialisasi kepada masyarakat bahwa pendidikan itu penting karena zaman yang semakin maju dan persaingan yang semakin ketat.
Memiliki kemampuan hard skill saja tidak cukup, kita juga harus meningkatkan kemampuan soft skill dan kreatifitas. Bisa kita lihat yang sudah sarjana saja masih kesulitan untuk mendapatakan pekerjaan karena tidak mempunyai soft skill.
Pengangguran sering dianggap terjadi karena lapangan kerja yang tidak tersedia, padahal yang sebenarnya terjadi adalah kualitas SDM-nya yang rendah sehingga banyak perusahaan lebih memilih tenaga kerja asing, meskipun mahal namun kualitas SDM dan etos kerjanya lebih tinggi.
Pengangguran ini tidak saja masalah ekonomi tapi masalah sosial, pengangguran itu identik dengan rendahnya pendapatan dan kesejahteraan. Hal ini akan berdampak pada masalah sosial lainnya. Salah satunya meningkat masalah kriminalitas. Tidak adanya pendapatan namun kebutuhan hidup terus mendesak, sehingga banyak yang mencari jalan pintas salah satunnya tingginya angka kriminalitas.
Pemerintah juga bisa melihat angka pengangguran dari tingginya angka kriminalitas, karena semakin tinggi angka kriminalitas berarti semakin banyak pengangguran. Salah satu alasan orang melakukan kriminalitas adalah karena kebutuhan hidup belum tercukupi dan kebutuhan hidup tidak tercukupi karena tidak ada penghasilan.
Hemat penulis, pemerintah harus mencari cara agar pengangguran di Indonesia ini bisa ditekan karena dengan berkurangnya pengangguran banyak hal yang akan diperbaiki secara otomatis, kriminalitas akan semakin menurun, ekonomi akan stabil, kesejahteraan meningkat.
Pengangguran juga meningkat karena banyak yang fokus kepada ketersediaan lapangan pekerjaan. Harusnya kita mengubah mindset kita dari yang menunggu menjadi pelopor, sebagai generasi muda seharusnya kita mampu mengembangkan ide kreatif yang kita punya.
Banyak anak muda sekarang ingin hasil yang instan, mereka tidak ingin menjalani proses dari awal hal ini membuat pengangguran semakin meningkat. Pemerintah bisa melakukan upaya seperti memberikan pelatihan atau sosialisasi kepada anak muda agar mau mengembangkan ide kreatif yang mereka miliki.
Menurut Abdul Latief pengusaha sekaligus mantan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan bahwa di Indonesia masih sekitar 2% pengusaha muda di indonesia dari jumlah angkatan usia anak muda yang ada.
Tentu angka yang sangat kecil padahal Indonesia saat ini sedang menikmati bonus demografi yang harusnya Indonesia tidak mengalami pengangguran justru sebaliknya. Menurut saya pemerintah harus melakukan evaluasi dari bawah mulai dari pendi8dikan yang harus dikembangkan sampai pola piker serta memberikan dukungan penuh kepada generasi muda.
Di indonesia pola pikir masyarakat juga perlu diubah dari yang awalnya ingin bekerja biar dapat duit sekarang diubah mindsetnya uang yang bekerja untuk kita. Dengan begitu lapangan pekerjaan akan tercipta, pengangguran akan berkurang, kesejahteraan masyartakat terjamin.
Usaha yang Dapat Dilakukan Pemerintah
Melihat dari data serta permasalahan diatas maka hal pertama yang dapat dilakukan pemerintah adalah memberikan pelatihan serta melakukan sosialisasi kepada generasi muda.
Kedua pemerintah bisa melakukan evaluasi sistem Pendidikan diindonesia yang harus diubah, tidak hanya berfokus pada hard skill tetapi juga berfokus kepada soft skill.
Ketiga pemerintah juga harus memberikan sosialisasi serta edukasi kepada orang tua yang menganggap bahwa Pendidikan itu tidak penting hanya menghabiskan waktu saja.
***Mardhiatul Husna adalah mahasiswi Manajemen Bisnis Syari’ah STEI SEBI Depok, Jawa Barat