Sampang – Dominasi Belanja Pegawai dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) empat kabupaten di Madura tahun 2025 memantik pertanyaan serius tentang efektivitas pengelolaan anggaran daerah di Madura. Alokasi yang besar untuk gaji dan tunjangan pegawai dapat mengurangi fleksibilitas fiskal dalam mendukung pembangunan dan pelayanan publik.
Kabupaten Sumenep mencatat Belanja Pegawai tertinggi sebesar Rp1,20 triliun atau 42,40 persen dari total Belanja Daerah Rp2,83 triliun. Sementara itu, Kabupaten Pamekasan mengalokasikan Rp903,09 miliar atau 40,30 persen dari total Belanja Daerahnya yang mencapai Rp2,24 triliun.
Kabupaten Bangkalan menganggarkan Belanja Pegawai sebesar Rp1,05 triliun atau 39,47 persen dari total Belanja Daerahnya Rp2,66 triliun. Kabupaten Sampang menempatkan Rp827,11 miliar atau 39,00 persen dari total Belanja Daerahnya Rp2,12 triliun untuk Belanja Pegawai.
Besarnya porsi anggaran untuk Belanja Pegawai mencerminkan ketergantungan tinggi terhadap biaya rutin aparatur. Hal ini berisiko menekan alokasi belanja modal yang seharusnya menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi daerah.
Menurut Ahmad Wahyudin, pakar ekonomi daerah, dominasi Belanja Pegawai menjadi beban fiskal jika tidak diikuti peningkatan produktivitas birokrasi. Anggaran yang terserap untuk kebutuhan aparatur seharusnya juga mendorong perbaikan kualitas layanan publik.
Minimnya Belanja Modal dapat berdampak pada rendahnya investasi di sektor infrastruktur dan ekonomi produktif. Kondisi ini berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi serta menurunkan daya saing daerah dalam menarik investasi baru.
Penggunaan anggaran yang terlalu terkonsentrasi pada Belanja Pegawai juga mengurangi ruang fiskal bagi program strategis. Pemerintah daerah akan kesulitan merancang kebijakan inovatif karena keterbatasan dana untuk inisiatif pembangunan berkelanjutan.
Namun, Belanja Pegawai yang terkelola dengan baik dapat menjadi faktor pendorong reformasi birokrasi. Peningkatan efisiensi administrasi pemerintahan berpotensi menghasilkan layanan publik yang lebih cepat, transparan, dan profesional.
Tantangan utama bagi pemerintah daerah di Madura adalah menyeimbangkan belanja pegawai dengan kebutuhan belanja pembangunan. Ketimpangan dalam alokasi anggaran berisiko membuat daerah terjebak dalam pola pengeluaran yang tidak produktif.
Peningkatan kompetensi aparatur menjadi langkah strategis agar belanja pegawai berdampak langsung pada pelayanan publik. Program pelatihan dan evaluasi kinerja yang ketat perlu diterapkan untuk memastikan efektivitas penggunaan anggaran.
Inovasi dalam strategi pembiayaan pembangunan harus menjadi prioritas agar daerah tidak hanya bergantung pada APBD. Kolaborasi dengan sektor swasta dan pemanfaatan dana hibah dapat menjadi solusi untuk mengatasi keterbatasan anggaran pembangunan.
Jika struktur Belanja Pegawai tetap dominan tanpa disertai reformasi fiskal, pertumbuhan ekonomi Madura akan mengalami stagnasi. Daerah sulit berkembang menjadi pusat ekonomi yang kompetitif jika sebagian besar anggaran terserap untuk kebutuhan operasional pemerintah.
Evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan Belanja Pegawai harus segera dilakukan agar lebih proporsional dan berdampak luas. Efisiensi dalam pengelolaan anggaran harus menjadi prioritas utama agar APBD benar-benar bermanfaat bagi masyarakat.
Ke depan, reformasi kebijakan fiskal daerah menjadi kebutuhan mendesak untuk memastikan APBD menjadi instrumen pembangunan yang lebih efektif. Dengan strategi yang tepat, Madura dapat mengoptimalkan potensi ekonominya tanpa terbebani oleh alokasi anggaran yang kurang produktif.