Jakarta – Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Febrio Kacaribu mengatakan, kenaikan angka kemiskinan berkaitan erat dengan kenaikan inflasi, Rabu (18/1/2023).
Dilansir di laman Kemenkeu RI, dalam hal ini, perekonomian Indonesia tahun 2022 dihadapkan pada tekanan inflasi yang bersumber dari peningkatan harga komoditas global, khususnya energi dan pangan, akibat perang di Ukraina, menyebabkan angka tingkat kemiskinan naik tipis, namun tetap berhasil ditahan.
Jika dibandingkan dengan banyak negara lainnya, seperti USA dan negara-negara Eropa yang mencatatkan rekor tertinggi dalam empat dekade terakhir, kenaikan inflasi di Indonesia jauh lebih moderat.
Hal ini terutama karena peran krusial APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) sebagai peredam gejolak (shock absorber) inflasi global melalui mekanisme subsidi energi dan alokasi belanja stabilisasi harga pangan.
Tingkat kemiskinan September 2022 tercatat sebesar 9,57% atau sebanyak 26,36 juta orang berada di bawah garis kemiskinan.
Tingkat kemiskinan ini naik tipis dari Maret 2022 (9,54%) tetapi lebih rendah dibanding tingkat kemiskinan pada September 2021 (9,71%).
Ambang batas garis kemiskinan pada September 2022 meningkat sebesar 5,95% menjadi Rp535.547 dari sebelumnya Rp505.468 pada Maret 2022.
Secara spasial, tingkat kemiskinan per September 2022 naik tipis baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Tingkat kemiskinan di perkotaan naik menjadi sebesar 7,53% (Maret 2022: 7,5%).
Persentase penduduk miskin di pedesaan juga mengalami kenaikan menjadi 12,36% (Maret 2022: 12,29%).
“Kenaikan tipis angka kemiskinan pada September 2022 terkait erat dengan kenaikan inflasi bahan pangan, pada periode Juni, Juli, Agustus, dan September, yang sempat mencapai puncaknya di 11,5% pada bulan Juli 2022,” ujar Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu, Febrio Kacaribu sebagaimana rilisnya, Senin (16/01).
Selanjutnya, ujarnya, “Keputusan Pemerintah untuk menaikkan subsidi energi menjadi Rp551 triliun menjadi faktor utama menjaga angka kemiskinan. Selain juga gerak cepat menurunkan inflasi pangan.”
Sementara itu, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia (Rasio Gini) pada September 2022 tercatat sebesar 0,381, menurun 0,003 poin dari Maret 2022 (0,384).
Penurunan Rasio Gini dipengaruhi oleh penurunan ketimpangan di perkotaan dan perdesaan, yang masing-masing menurun tipis 0,001 dari posisi Maret 2022.
“Upaya Pemerintah untuk mendorong inklusivitas pertumbuhan ekonomi terlihat dari penurunan ketimpangan baik di perkotaan maupun perdesaan,” katanya.
Bahkan, kata lebih lajut, “Ketimpangan di pedesaan juga terus menunjukkan perbaikan dibandingkan level pra pandemi.’
Dengan inflasi bahan pangan (volatile food) yang menunjukkan tren penurunan signifikan dari September 2022 (9,0%, yoy) hingga Desember 2022 (5,6%, yoy), ke depan tingkat kemiskinan juga diperkirakan dapat kembali menurun.
Hal ini didukung pula dengan perbaikan kondisi ketenagakerjaan, di mana Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) pada Agustus 2022 meningkat mencapai 68,63%, hal ini akan mendorong perbaikan pendapatan masyarakat.
“Ke depan, Pemerintah perlu menjaga momentum penurunan inflasi dan mengakselerasi realisasi belanja pada Triwulan 1 2023 untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi dan menurunkan angka kemiskinan,” pungkas Febrio. (*)