Bangkalan – Aset kripto rontok pasca tahun 2021, setelah harganya meroket gila-gilaan, Rabu (19/1/2023).
Harga Bitcoin pada September 2021 mencapai rekor tertinggi sepanjang masa, yakni mencapai US$68.000/koin.
Tren (pangsa) nilai harganya yang positif sehingga diprediksi berbagai kalangan bullish. Yakni, harga aset koinnya mengalami penguatan secara berkelanjutan pada periode tertentu.
Bahkan, ada yang memprediksi mata uang kripto dengan kapitalisasi terbesar tersebut akan bisa tembus US$100.000/koin.
Namun, apes benar setahun kemudian nilai asetnya terkoreksi negatif atau harganya anjlok, alias rontok.
Fenomena ini terjadi selama pertengahan November tahun 2022 dan awal tahun 2023.
Harga bitcoin awal tahun ini tertahan di bawah US$17.000/koin. Harga ini memperlihatkan bahwa selama setahun berselang nilainya anjlok sekitar 75 persen.
Meski di awal 2023 harganya sempat tembus di atas US$21.000, tapi tetap anjlok 30,88 persen dibandingkan harga di September 2021.
Awal mula rontoknya harga seluruh aset kripto, diberitakan di CNBC Indonesia, akibat hancurnya TerraUSD dan Terra Luna besutan Terraform Labs, yang kemudian disusul dengan hancurnya bursa kripto FTX.
Akibat hal tersebut, keuntungan aset kripto ini kemudian diprediksi oleh berbagai kalangan sebagai bulshit, alias omong kosong.
Meski demikian, rontoknya nilai aset kripto ini membawa dampak pada para pemodal kembali fokus pada “nilai sebenarnya”:aset digital.
Pandangan tajam yang dapat dipercaya itu datang dari mantan Gubernur Reserve Bank of India (RBI), Raghuram Rajan, yang dirilis Reuters, Rabu (18/1/2023).
Menurutnya, jatuhnya harga aset digital selama setahun terakhir, memungkinkan para investor untuk fokus pada “nilai sebenarnya” dari teknologi baru aset digital ini.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.