Bandung – Cawe-cawe kelompok tertentu yang dilarang dalam kegiatan salah satu Paslon Pilpres 2024 perlu diperhatikan serius kalangan terkait pengawas Pemilu. Kelompok tersebut, terutama ASN (Aparatur Sipil Negara) yang seringkali dipergunakan oleh penguasa politik untuk tujuan pemenangan dalam Pemilu, Rabu (06/12/2023).
Meski dengan alasan apapun—apalagi diperintah atasannya—keterlibatan ASN dalam kegiatan politik di Pemilu tak dibenarkan menurut UU Nomor 7 Tahun 2017. Namun demikian, selalu saja ada yang mencoba melanggarnya, padahal sudah jelas ketentuannya dalam regulasi ASN dilarang cawe-cawe politik praktis dalam Pemilu.
Netralitas ASN dalam Pemilu 2024 krusial atau penting untuk menjamin setiap warga negara Indonesia memiliki hak-hak politik yang setara (atau sama) dalam menentukan pilihan politiknya dalam Pemilu 2024.
Selain itu, ASN harus netral untuk menghindari penyalahgunaan sumber daya untuk tujuan politik—terutama tujuan politik penguasa—menjaga integritas kompetisi politik, dan melindungi kepentingan publik.
Oleh karena itu, prinsip netralitas ASN dalam Pemilu yang sudah diatur dalam regulasi harus terus ditegakkan sebagai bentuk kontribusi dalam membangun negara yang demokratis, adil, dan bermartabat.
Menurut Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Herwyn JH Molanda netralitas ASN itu penting dalam menjaga integritas dan keadilan dalam penyelenggaraan pemilu. Jika netralitas ASN terganggu dampaknya meningkatkan polarisasi politik, Selasa (05/12/2023).
Polarisasi ini terjadi, kata Herwyn, melalui pembagian intern, penyalahgunaan sumberdaya publik, pelayanan kurang merata, manipulasi Pemilu, pengurangan kepercayaan publik, dan politisasi birokrasi meningkat.
“Namun, ketika netralitas ASN terganggu, ini dapat memiliki beberapa dampak terhadap meningkatnya polarisasi politik melalui pembagian intern, penyalahgunaan sumber daya publik, kurangnya pelayanan publik yang merata, risiko manipulasi dalam pemilihan umum, pengurangan kepercayaan publik, dan meningkatnya politisasi birokrasi,” katanya.