Sampang – Kewajiban pembayaran utang proyek Jalan Lingkar Selatan (JLS) menggerus Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Kabupaten Sampang. Proyek senilai Rp204,5 miliar ini dibiayai melalui pinjaman dari PT Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI), Sabtu (28/03/2025).
Berdasarkan data DJPK Kemenkeu, cicilan pokok utang yang harus dibayarkan selama periode 2022-2025 mencapai Rp166,87 miliar. Jumlah ini setara dengan 81,6% dari total pinjaman awal, sehingga ruang fiskal untuk program pembangunan lainnya menjadi sangat terbatas.
Pada 2022, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sampang mulai membayar cicilan pokok sebesar Rp5,89 miliar. Setahun kemudian, jumlahnya melonjak drastis menjadi Rp56,65 miliar, lalu turun sedikit menjadi Rp54,84 miliar pada 2024, dan masih tinggi di 2025 dengan Rp49,94 miliar.
Wahyudi, Dosen Universitas Bahaudin Mudhary (UNIBA) Madura, menyoroti dampak besar dari beban utang ini. Ia menyatakan, “Pembayaran utang yang besar ini berpotensi menghambat program pembangunan lainnya di Sampang.”
Menurutnya, kondisi ini menuntut langkah strategis dalam pengelolaan anggaran daerah. “Pemkab Sampang harus mencari solusi inovatif untuk mengelola keuangan daerahnya yang terhimpit Belanja Modal-nya karena harus bayar utang,” katanya.
Tekanan fiskal akibat kewajiban utang ini turut berkontribusi pada defisit APBD. Dalam APBD Sampang 2025, defisit yang tercatat mencapai Rp41,22 miliar, mencerminkan kesulitan daerah dalam menyeimbangkan anggaran.
Belanja Modal untuk pembangunan infrastruktur juga terkena dampak signifikan. Pada APBD 2025, Belanja Modal direncanakan sebesar Rp202,67 miliar, tetapi alokasi besar untuk cicilan utang mengurangi anggaran untuk proyek-proyek baru.
Dalam APBD 2025, cicilan utang tercermin dalam anggaran Pengeluaran Pembiayaan Daerah sebesar Rp49,94 miliar. Jumlah ini menunjukkan bagaimana utang semakin membebani keuangan daerah dan mengurangi fleksibilitas belanja pembangunan.
Perencanaan keuangan yang cermat menjadi semakin mendesak dalam situasi ini. Pemkab Sampang harus menemukan cara agar pembayaran utang tidak mengorbankan kebutuhan mendasar masyarakat, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur dasar.
Transparansi dalam pengelolaan anggaran menjadi keharusan agar masyarakat dapat mengawasi penggunaan dana publik. Akuntabilitas pemerintah akan menjadi faktor kunci dalam memastikan bahwa kebijakan fiskal tetap sehat dan berorientasi pada kesejahteraan rakyat.
Ke depan, strategi pengelolaan utang yang lebih bijaksana harus menjadi prioritas. Tanpa kebijakan keuangan yang lebih baik, pembangunan di Sampang akan terus terhambat, dan kesejahteraan masyarakat berisiko terabaikan.