Bangkalan – Anggaran belanja Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Bangkalan tahun anggaran 2024 mengungkap peta prioritas yang janggal. Dari total belanja sebesar Rp8,2 miliar, hampir seluruhnya tersedot ke belanja operasi.
Yang mencolok, belanja pegawai menyedot Rp6 miliar atau 73,96 persen dari total belanja operasi. Padahal, peran utama Bappeda adalah merancang arah pembangunan, bukan sekadar menggaji pegawai.
Anggota Banggar DPRD Bangkalan, Musawwir, mengkritik keras proporsi tersebut. “Bappeda tidak boleh hanya jadi kantor administrasi, harus jadi motor penggerak pembangunan,” ujarnya, Kamis (17/04/2025).
Belanja barang dan jasa pun lumayan besar, yaitu Rp2,1 miliar atau 26 persen dari belanja operasi. Namun, besarnya anggaran ini belum tentu menjamin kegiatan strategis berbasis data benar-benar terlaksana.
Musawwir, yang juga anggota Komisi III DPRD Bangkalan, menekankan pentingnya belanja yang berdampak langsung pada kualitas perencanaan. “Kalau hanya untuk rapat dan perjalanan dinas, itu pemborosan,” katanya tegas.
Yang lebih menyedihkan, belanja modal hanya Rp20 juta atau 0,24 persen dari total anggaran. Ini ibarat Bappeda disuruh bangun rumah, tapi tak diberi alat bangun.
Minimnya investasi untuk infrastruktur perencanaan seperti sistem informasi, GIS, atau software perencanaan menghambat inovasi. Padahal, Bappeda butuh dukungan teknologi untuk merancang pembangunan berbasis data.
Musawwir menyayangkan kondisi ini yang tidak sejalan dengan semangat reformasi birokrasi dan efisiensi anggaran. “Ini bukti bahwa belanja belum berpihak pada kualitas,” ungkapnya.
Dalam konteks regulasi nasional, struktur anggaran Bappeda Bangkalan tidak selaras dengan amanat UU Nomor 23 Tahun 2014 maupun PP Nomor 12 Tahun 2019. Semangat inovasi dan efisiensi justru tertutupi oleh dominasi anggaran rutin.
Ruang fiskal yang sempit akibat dominasi belanja pegawai mempersempit peluang program strategis. Akibatnya, Bappeda kehilangan potensi menjadi lokomotif pembangunan yang transformatif.
Musawwir menyarankan, ke depan agar struktur belanja direvisi secara menyeluruh. “Belanja pegawai perlu dievaluasi, lalu alihkan sebagian ke kegiatan strategis,” sarannya.
Ia juga mendorong peningkatan belanja modal agar perencanaan tak tertinggal zaman. “Digitalisasi, pengelolaan data, dan sistem pemantauan harus jadi prioritas,” jelasnya.
Pemerintah daerah didesak lebih berani melakukan reformasi anggaran berbasis output dan inovasi. Jika tidak, Bappeda akan terus terjebak dalam rutinitas tanpa arah strategis.