Jakarta – Demokrasi merupakan salah satu instrumen tegaknya hak-hak politik dan kebebasan sipil. Menurunnya demokrasi berarti hak-hak politik dan kebebasan sipil menurun.
The Economist Intelligence Unit (EIU) melaporkan bahwa nilai Indeks Demokrasi Indonesia terkini 6,3 menurun 1,8 dari tahun sebelumnya dengan nilai Indeks Demokrasi 6,48.
Menurut EIU posisi ini terendah dalam 14 tahun terakhir. Peringkatnya di dunia berada di ranking ke-64 dunia dan di kawasan Asia Tenggara berada di posisi ke-4 di bawah negara Malaysia, Timor Leste, dan Filipina.
Data EIU ini linier dengan data BPS (2020) yang menyebutkan bahwa Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2020 mengalami penurunan sebesar 0,71 poin. Indeks Demokrasi Indonesia tahun 2019 sebesar 65,25 dan tahun 2020 menurun menjadi 64,54.
Mencermati data tersebut, Rektor Universitas Ibnu Chaldun Musni Umar membenarkan bahwa demokrasi Indonesia mengalami kemunduran. Hal ini berbeda dengan kondisi demokrasi di DKI Jakarta.
Musni Umar dalam tweet-nya mengatakan, “Alhamdulillah DKI Jakarta di bawah Gubernur Anies peroleh Indeks Demokrasi Indonesia tertinggi. Pada hal Demokrasi Indonesia Sedang Alami Kemunduran. Kita bersyukur Jakarta menjadi penyelamat demokrasi Indonesia.” Minggu (5/9/2021).
Kondisi ini sangat disayangkan oleh Surya Paloh, Ketua Umum Partai NasDem. Dia menyayangkan demokrasi di Indonesia sekarang ini tidak sesuai dengan nilai pluralisme bangsa dan politik identitas semakin menguat.
Dalam tweet-nya di akun twitternya dia mengatakan, “Banyak pihak yang menghawatirkan Indeks Demokrasi Indonesia semakin menurun. Demokrasi saat ini tidak sesuai dengan nilai pluralisme bangsa yang justru menguatkan politik identitas dan isu suku, agama, ras, dan antargolongan.” Jumat (3/9/2021).
Indeksasi demokrasi yg sdh banyak dinilai menurun oleh banyak tokoh ini, oleh pengamat sdh lama dirasakan, hanyasaja perlahan sengaja didiamkan terus dibungkam, lama-lama hanya manis dikaji dalam buku, forum dan dialogkan dalam ruang publik. Anehnya, bukan hanya pengamat, saat ini grassroot-pun tahu dan diam tanpa aksi. Kenapa ya, koq aksi otoritarianisme ini menjadikan semua pihak dari elit parpol hingga grassroot tidak mampu melakukan reaksi. Harusnya tiap ada aksi pasti ada reaksi. Aksi “silent mayority” ini suatu saat, akan melahirkan ledakan bom aksi berikutnya yg sangat massif. Namun, jika pemerintah sadar akan hal ini dan mau menerima koreksi dan mendengarkan berbagai kritik dan yg positif yg diimbangi oleh perubahan yg sangat prinsip, maka perlahan grafik indek demokrasi Indonesia perlahan akan meningkat. Kita semua wait and see nunggu aksi berani pemerintah untuk mengubah orientasi kebijakan dari pro elit dan cukong ke pro poor yg populis. Kalau, matilah demokrasi kita.
Mantap pak
Benar. Mantap pak.