Site icon Madurapers

Efisiensi Anggaran 2025: Strategi dan Prediksi Dampaknya

Ilustrasi kantor Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan defisit anggaran dalam APBN tahun anggaran 2025, yang dikoreksi melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2025

Ilustrasi kantor Kementerian Keuangan Republik Indonesia dan defisit anggaran dalam APBN tahun anggaran 2025, yang dikoreksi melalui Inpres Nomor 1 Tahun 2025 (Dok. Madurapers, 2025).

Jakarta – Defisit anggaran tahun 2025 awalnya diproyeksikan sebesar Rp616,20 triliun berdasarkan UU Nomor 62 Tahun 2024 tentang APBN. Namun, setelah kebijakan efisiensi dalam Inpres Nomor 1 Tahun 2025 diterapkan, defisit turun menjadi Rp309,51 triliun.

Penghematan Belanja Negara mencapai Rp306,69 triliun, yang berarti ada pemotongan besar dalam pos pengeluaran. Ini menunjukkan tingkat efisiensi yang cukup signifikan dalam upaya pengendalian defisit.

Jika dihitung dari total defisit awal, efisiensi anggaran berhasil menurunkan beban fiskal sebesar 49,77 persen. Artinya, hampir separuh dari defisit yang direncanakan berhasil ditekan dengan kebijakan efisiensi ini.

Inpres Nomor 1 Tahun 2025 menargetkan pengurangan belanja non-prioritas, seperti perjalanan dinas dan pengeluaran seremonial. Kedua pos ini mengalami pemangkasan hingga 50 persen untuk mengurangi pengeluaran yang dianggap kurang produktif.

Selain itu, belanja honorarium dan kegiatan tanpa output terukur juga dibatasi dalam kebijakan ini. Pemerintah berupaya agar dana yang tersedia dapat dialokasikan pada program yang lebih berdampak bagi masyarakat luas.

Jika dibandingkan dengan efisiensi anggaran pada tahun-tahun sebelumnya, angka penghematan Rp306,69 triliun tergolong kecil. Ini menandakan kebijakan efisiensi yang lebih ketat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Namun, efektivitas kebijakan ini masih perlu diuji melalui implementasi di lapangan. Jika pemotongan anggaran menyebabkan berkurangnya layanan publik yang esensial, maka kebijakan ini bisa menjadi bumerang bagi perekonomian.

Secara ekonomi, pengurangan belanja negara yang signifikan bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Jika pemotongan terlalu tajam pada sektor produktif, bisa terjadi perlambatan dalam aktivitas ekonomi nasional.

Dari sudut pandang matematika ekonomi, efisiensi ini bisa dihitung dengan rasio pengurangan terhadap defisit awal. Dengan efisiensi Rp306,69 triliun dari defisit Rp616,20 triliun, maka efisiensinya mencapai 49,77 persen.

Selain itu, proporsi defisit terhadap APBN juga berkurang drastis dengan kebijakan ini. Jika sebelumnya proporsi defisit mencapai 59,22 persen, kini turun menjadi 49,77 persen dari total anggaran.

Dalam jangka pendek, penghematan ini bisa memperbaiki keseimbangan fiskal negara. Namun, perlu ada strategi agar efisiensi ini tetap menjaga pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.

Ke depan, efektivitas kebijakan ini harus dievaluasi secara berkala agar tidak menghambat pembangunan. Pemerintah harus memastikan bahwa efisiensi ini tetap selaras dengan kebutuhan ekonomi dan sosial masyarakat.

Exit mobile version