Surabaya – Nilai impor Jawa Timur (Jatim) mencapai US$9,68 miliar selama Januari-April 2025, naik 1,61 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. BPS Jatim melaporkan bahwa tren ini mencerminkan pertumbuhan permintaan bahan baku industri, Jumat (06/06/2025).
Nilai impor Jatim nonmigas mencapai US$7,96 miliar dan tumbuh 10,33 persen secara tahunan. Kenaikan ini menunjukkan ketergantungan yang kuat terhadap bahan penolong dari luar negeri.
Pada April 2025 saja, nilai impor Jatim tercatat US$2,69 miliar, meningkat 21,51 persen dibandingkan April 2024. Angka ini turut memperkuat tren pertumbuhan yang mulai terlihat sejak awal tahun.
Nilai impor nonmigas April 2025 sebesar US$2,35 miliar mengalami lonjakan signifikan sebesar 39,49 persen secara tahunan. Pertumbuhan ini mencerminkan peningkatan aktivitas industri manufaktur.
Komoditas perhiasan atau permata mencatat kenaikan tertinggi dalam daftar sepuluh besar impor nonmigas. Nilai impornya melonjak US$530,78 juta atau 337,22 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Sebaliknya, impor serealia mengalami penurunan terdalam mencapai US$439,52 juta atau merosot 53,05 persen dibandingkan periode Januari-April 2024. Penurunan ini bisa mencerminkan pergeseran kebutuhan konsumsi atau kebijakan substitusi impor.
Impor bahan baku dan penolong mendominasi struktur impor dengan total US$7,92 miliar, naik 1,94 persen. Industri pengolahan kemungkinan menjadi kontributor utama permintaan ini.
Impor barang modal juga naik signifikan sebesar 14,16 persen dengan nilai US$723,42 juta. Kenaikan ini menunjukkan geliat investasi sektor produksi dan infrastruktur.
Sementara itu, impor barang konsumsi turun menjadi US$1,04 miliar atau menyusut 7,64 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penurunan ini dapat menandakan meningkatnya produksi lokal atau pelemahan permintaan domestik.
Secara keseluruhan, tren impor Jatim mencerminkan peningkatan aktivitas ekonomi terutama di sektor industri. Namun, penurunan pada sektor konsumsi mengindikasikan perlunya perhatian pada daya beli masyarakat.
Ke depan, dinamika impor ini dapat menjadi indikator penting dalam pengambilan kebijakan ekonomi regional. Pemerintah perlu menyeimbangkan antara pertumbuhan industri dan keberlanjutan konsumsi.