Site icon Madurapers

Indonesia Resmi Bergabung dengan BRICS+: Tantangan bagi Dominasi Amerika Serikat dan Barat

Staf pekerja berdiri di belakang bendera nasional Brasil, Rusia, Tiongkok, Afrika Selatan dan India untuk merapikan bendera menjelang foto bersama selama KTT BRICS di Pusat Konferensi dan Pameran Internasional Xiamen di Xiamen, Provinsi Fujian Tiongkok tenggara, Senin, 4 September 4, 2017

Staf pekerja berdiri di belakang bendera nasional Brasil, Rusia, Tiongkok, Afrika Selatan dan India untuk merapikan bendera menjelang foto bersama selama KTT BRICS di Pusat Konferensi dan Pameran Internasional Xiamen di Xiamen, Provinsi Fujian Tiongkok tenggara, Senin, 4 September 4, 2017 (Sumber Foto: Wu Hong/Pool via AP, File, 2017).

Jakarta – Indonesia, pada Senin (07/01/2025), secara resmi menjadi anggota penuh BRICS+, menjadikannya negara Asia Tenggara pertama yang bergabung dengan blok ekonomi berkembang ini, Jumat (10/01/2025).

Keputusan ini diumumkan oleh pemerintah Brasil (negara di kawasan Amerika Selatan, red.), yang saat ini memegang kepemimpinan (atau kepresidenan, red.) BRICS.

Kementerian Luar Negeri Indonesia menyatakan bahwa keanggotaan ini mencerminkan peran aktif Indonesia dalam isu global dan komitmennya terhadap kerja sama multilateral.

Presiden Prabowo Subianto, yang baru menjabat beberapa bulan sebelum pengajuan keanggotaan, memprioritaskan langkah ini sebagai bagian dari kebijakan luar negerinya.

Sebelumnya, di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo, Indonesia lebih fokus pada upaya menjadi anggota OECD yang berbasis di Paris.

Bergabungnya Indonesia dengan BRICS, sebagaimana diberitakan di pelbagai media, menambah jumlah anggota menjadi sepuluh, termasuk Brasil, Rusia, India, China, Afrika Selatan, Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab.

Langkah ini dipandang oleh Ruli Inayah Ramadhoan, Dosen Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), sebagai upaya Indonesia untuk memperkuat posisinya di antara negara-negara berkembang dan menantang dominasi Barat dalam tatanan global.

Namun, beberapa ahli politik internasional, terutama dari Barat, mengkhawatirkan potensi peningkatan ketergantungan Indonesia pada China dan Rusia, yang memiliki pengaruh dominan dalam BRICS.

Selain itu, diskusi BRICS mengenai penguatan mata uang lokal untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS dapat memicu ketegangan dengan Amerika Serikat dan sekutunya.

Pemerintah Indonesia menegaskan bahwa keanggotaan ini sejalan dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif, yang bertujuan untuk menjaga stabilitas nasional dan kesejahteraan.

Meskipun demikian, beberapa pihak di Barat menyatakan kekhawatiran atas pergeseran posisi Indonesia yang lebih dekat dengan China dan Rusia.

Sebagai anggota BRICS, Indonesia berpeluang memperkuat kerja sama Selatan-Selatan dan memastikan aspirasi negara berkembang lebih terdengar dalam proses pengambilan keputusan global.

Namun, tantangan tetap ada dalam menjaga keseimbangan hubungan dengan negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat.

Ke depan, Indonesia perlu memainkan peran strategis dalam BRICS+ untuk memaksimalkan manfaat ekonomi dan politik, sambil tetap mempertahankan hubungan baik dengan semua pihak.

Dengan demikian, jelas Ruli Inayah Ramadhoan, keputusan Indonesia bergabung dengan BRICS mencerminkan keberanian untuk menantang dominasi tradisional Barat dan berupaya menciptakan tatanan global yang lebih seimbang.

Exit mobile version