Site icon Madurapers

Kalender Hijriyah Islam: Sejarah, Fungsi, dan Maknanya

Foto Kalender Hijriyah, sistem penanggalan yang digunakan oleh umat Islam

Foto Kalender Hijriyah, sistem penanggalan yang digunakan oleh umat Islam (Dok. Madurapers, 2025).

Bangkalan – Kalender Hijriyah adalah sistem penanggalan yang digunakan oleh umat Islam di seluruh dunia untuk menandai peristiwa-peristiwa penting dalam agama. Kalender ini berbasis pada pergerakan bulan mengelilingi bumi, sehingga dikenal juga sebagai kalender lunar atau qamariyah.

Sistem ini berawal dari peristiwa hijrah Nabi Muhammad s.a.w., dari Makkah ke Madinah pada tahun 622 Masehi, yang menjadi titik awal penanggalan Hijriyah (Al-A’zami, 1999).

Dalam sistem Hijriyah, satu tahun terdiri atas 12 bulan, dengan panjang setiap bulannya bergantung pada siklus bulan. Setiap bulan memiliki 29 atau 30 hari, menghasilkan total sekitar 354 hari dalam setahun.

Karena perbedaan ini, kalender Hijriyah lebih pendek sekitar 11 hari dibandingkan kalender Masehi, yang berbasis pada peredaran matahari. Akibatnya, tanggal-tanggal dalam kalender Hijriyah bergeser setiap tahun dalam kalender Masehi (Glassé, 2001).

Keberadaan kalender Hijriyah sangat erat kaitannya dengan ibadah dalam Islam. Bulan-bulan tertentu, seperti Ramadan, Dzulhijjah, dan Muharram, memiliki keistimewaan karena berkaitan dengan ibadah puasa, haji, dan berbagai peristiwa sejarah Islam.

Misalnya, puasa Ramadan dan Idul Fitri dilaksanakan berdasarkan pengamatan hilal (bulan sabit pertama) yang menandai awal bulan baru (Ahmad, 2017).

Menariknya, kalender Hijriyah tidak hanya digunakan untuk kepentingan keagamaan, tetapi juga menjadi alat untuk memperkuat identitas bagi umat Islam.

Menurut Dr. Yusuf Al-Qaradawi, penggunaan kalender Hijriyah mencerminkan kemandirian umat Islam dalam menentukan waktu dan mengingat peristiwa sejarah agamanya.

Selain itu, kalender ini juga mencerminkan keterkaitan umat dengan alam, khususnya dengan siklus bulan (Al-Qaradawi, 2001).

Salah satu keunikan kalender Hijriyah adalah metode penentuannya. Penentuan awal bulan dilakukan melalui rukyatul hilal (pengamatan langsung bulan) atau hisab (perhitungan astronomis).

Kedua metode ini sering menjadi bahan diskusi di kalangan ulama, namun keduanya bertujuan untuk memastikan akurasi penanggalan sesuai syariat Islam (Djamaluddin, 2016).

Sebagai contoh, pada penentuan awal Ramadan, umat Islam di seluruh dunia sering melakukan rukyatul hilal dengan berbagai cara. Hal ini mencerminkan bagaimana ilmu pengetahuan, seperti astronomi, dipadukan dengan tradisi keagamaan.

Menurut Thomas Djamaluddin, ahli astronomi, penggunaan teknologi modern untuk menghitung posisi bulan membantu meminimalkan perbedaan dalam penetapan awal bulan (Djamaluddin, 2016).

Kalender Hijriyah juga diakui secara resmi di berbagai negara Islam. Beberapa negara, seperti Arab Saudi, menggunakan kalender Hijriyah sebagai kalender resmi untuk keperluan administratif dan pemerintahan.

Hal ini berbeda dengan banyak negara mayoritas Muslim lainnya yang menggunakan kalender Masehi untuk keperluan sehari-hari, namun tetap mengacu pada kalender Hijriyah untuk acara keagamaan (Glassé, 2001).

Meski demikian, penggunaan kalender Hijriyah menghadapi tantangan. Salah satunya adalah perbedaan penentuan awal bulan yang sering terjadi di berbagai negara atau bahkan dalam satu wilayah.

Namun, perbedaan ini sering dianggap sebagai bentuk rahmat dan keberagaman dalam Islam (Ahmad, 2017).

Sejarah kalender Hijriyah tidak lepas dari keputusan Khalifah Umar bin Khattab. Pada masa pemerintahannya, beliau menetapkan sistem penanggalan ini untuk mempermudah administrasi dan pengelolaan negara.

Keputusan ini mencerminkan visi Umar yang visioner dalam menyatukan umat Islam melalui sistem waktu yang terstandarisasi (Al-A’zami, 1999).

Selain itu, kalender Hijriyah memiliki nilai edukatif. Ia mengingatkan umat Islam tentang pentingnya memahami waktu dan sejarah.

Sebagaimana dinyatakan dalam Encyclopedia of Islam, kalender ini menjadi salah satu cara untuk menjaga memori kolektif umat Islam terhadap peristiwa-peristiwa besar, seperti Isra’ Mi’raj, perang Badar, dan peristiwa hijrah (Glassé, 2001).

Dengan demikian, kalender Hijriyah tidak hanya berfungsi sebagai alat pencatat waktu, tetapi juga sarana penghubung spiritual antara umat Islam dan ajaran agamanya.

Penggunaannya yang tetap relevan hingga kini menunjukkan bahwa kalender ini memiliki nilai universal yang melampaui zaman dan tempat.

Sebagai kesimpulan, kalender Hijriyah adalah warisan penting dari tradisi Islam yang mencerminkan hubungan erat antara agama, ilmu pengetahuan, dan budaya.

Kalender ini menjadi pengingat tentang perjalanan panjang umat Islam serta komitmen mereka untuk menjalankan ajaran agama berdasarkan pedoman waktu yang telah ditentukan.

Exit mobile version