Sumenep – Keluarga korban kembali menceritakan dugaan pemerasan puluhan juta demi meringankan masa tahanan yang dilakukan oknum Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur.
Diketahui, oknum jaksa yang diduga melakukan pemerasan tersebut, adalah Hanis Aristya Hermawan yang menjabat sebagai Kasi Pidum di Kejari Sumenep.
Sedangkan, korban yang diperas adalah Zainol Hayat bin Moh Rofi’ie (20), warga binaan Rutan Kelas IIB Sumenep, meninggal dunia pada Minggu (02/06/2024) lalu.
Sebelumnya, ayah korban Moh. Rofi’ie menceritakan kesaksiannya soal dugaan pemerasan Jaksa Hanis yang meminta sejumlah uang sebesar Rp30 juta untuk meringankan masa tahanan anak kesayangannya itu.
Bahkan, nominal uang tersebut sempat terjadi tawar menawar antara pihak keluarga korban dan Jaksa Hanis. Dari hasil tawar menawar tersebut, berhasil disepakati yang semula Rp30 juta menjadi Rp22 juta.
Cerita tersebut tak berhenti sampai di situ saja, tiga minggu setelah uang diterima oleh Jaksa Hanis namun pihak keluarga tidak menerima informasi terkait keringanan masa tahanan anaknya.
“Kerena tidak ada kabar hampir 3 minggu, saya menemui Jaksa Hanis. Setelah bertemu, uang yang diberikan sebelumnya diminta diberikan kepada Arif,” katanya Rabu (05/06/2024) malam.
Diketahui, pria yang akrab disapa Arif ini memiliki nama lengkap Muhammad Arief Fatony yang menjabat sebagai Hubungan Masyarakat (Humas) Pengadilan Negeri (PN) Sumenep.
Bahkan, Jaksa Hanis memberikan nomor Arif kepada Rofi’ie karena khawatir tidak bisa ditemui secara langsung. Sesampai di Kantor Pengadilan, ayah Zainol menuju PTSP untuk bisa dipertemukan dengan Arif.
“Ternyata, yang menemui saya bukan Arif. Melainkan orang lain yang mewakili Arif,” tutur Rofi’ie kepada awak media.
Tak menunggu lama, Rofi’ie langsung menyampaikan perintah Jaksa Hanis, mengenai uang Rp22 juta yang diminta untuk diberikan kepada Arif.
Mengetahui itu, orang yang mewakili Arif untuk bertemu Rofi’ie, tidak mau menerima uang tersebut. Ia diminta untuk mengembalikan lagi kepada Hanis.
Sedangkan, di sisi lain, Hanis sedang mengikuti agenda sidang di PN Sumenep. Mengetahui itu, Rofi’ie menunggu sampai persidangan selesai. Tetapi, Hanis tetap tidak bisa ditemui.
“Melalui supirnya, Hanis menyuruh saya untuk memberikan uang Rp22 juta kepada Zaini di PN Sumenep. Saat itu, Zaini sudah menunggu Rofi’ie di musala PN Sumenep,” ungkap Rofi’ie.
Setelah bertemu, maka uang Rp 22 juta diberikan kepada Zaini. Mengenai itu, Zaini sempat menanyakan uang itu dari Hanis atau bukan. Rofi’ie pun membenarkan pertanyaan tersebut. Lalu, uang langsung diterima oleh Zaini.
Beberapa minggu kemudian, Rofi’e menghubungi Zaini untuk menanyakan perkembangan kasus atas anaknya. Ternyata, Rofi’ie diminta untuk datang ke PN. Sehingga, dia pun menemui Zaini.
“Saya merasa kaget, kenapa Zaini mengembalikan uang yang sudah saya berikan. Meskipun saya meminta untuk diambil lagi, tetapi sopir Jaksa Hanis itu tetap menolak,” katanya penuh tanda tanya.
Mengenai itu, Rofi’ie menjelaskan kembali bahwa uang itu diberikan atas permintaan Hanis. Bahkan, dia pun mempertanyakan alasan uang itu dikembalikan. Ternyata, Zaini mengaku takut untuk memegang uang puluhan juta. Sehingga, dia berupaya mengembalikan kepada Rofi’ie.
Bahkan, Rofi’ie meyakinkan kepada Zaini, bahwa mengenai uang itu tidak ada sangkut pautnya dengannya. Sebab, itu merupakan perintah Jaksa Hanis untuk diantarkan kepadanya.
“Akhirnya, Zaini pun tetap memegang uang itu dan menyampaikan bahwa segera berkoordinasi kembali dengan Jaksa Hanis,” katanya menuturkan.
Dua minggu setelah itu, Zaini menghubungi Rofi’ie untuk segera datang ke PN Sumenep. Bergegaslah Rofi’i berangkat, dia mengira Zaini akan memberikan informasi perkembangan kasus atas anaknya. Ternyata, lagi-lagi Zaini menyodorkan uang 22 juta kepada Rofi’ie untuk dikembalikan.
Rofi’ie masih menolak untuk mengambil kembali uangnya. Sebab, susah payah yang telah dilakukan selama ini, hanya untuk meringankan ancaman hukuman terhadap Zainol.
“Di sana, Zaini mengaku tidak bisa membantu. Sebab, dia dalam persiapan berangkat haji. Sebagai solusi, uang itu diminta untuk dikembalikan kepada Hanis,” ungkapnya.
Mengetahui hal itu, Rofi’ie langsung menuju ke Kantor Kejaksaan. Setelah laporan kepada resepsionis untuk bertemu Jaksa Hanis, dia diminta menunggu.
Setelah cukup lama menunggu di Kantor Kejaksaan, ternyata petugas resepsionis menyampaikan bahwa Jaksa Hanis tidak bisa menemui Rofi’ie. Bahkan menyampaikan, cukup bertemu di pengadilan.
Rofi’ie sudah mulai merasa tersiksa dengan perlakuan Hanis. Karena tidak menemukan solusi lain, maka Rofi’ie kembali mendatangi kantor PN untuk bisa bertemu Arif.
Setelah bertemu, Rofi’ie pun menjelaskan maksud kedatangannya. Yaitu untuk memberikan uang sesuai instruksi awal dari Jaksa Hanis. Begitu juga dengan nominal awal uang diminta, hingga terjadi tawar menawar menjadi Rp25 juta dan hanya mampu terbayar Rp22 juta.
Mengetahui itu, Arif terkejut. Kemudian meminta Rofi’ie untuk menyimpan uangnya sendiri dan disarankan agar tidak diberikan kepada Jaksa Hanis. Uang tersebut diminta untuk disimpan agar dapat digunakan jika ada keperluan pasca putusan. Salah satunya, seperti membayar denda.
Menanggapi hal tersebut, Humas PN Sumenep, Muhammad Arief Fatony mengatakan bahwa pihaknya sempat menemui Rofi’ie dan menceritakan semuanya soal uang puluhan juta diminta Jaksa Hanis.
“Beliau ke sini curhat. Saya suruh pulang saja karena hari itu bertepatan dengan 40 hari almarhumah ibunda Zainol,” katanya saat ditemui rekan-rekan wartawan, Kamis (07/06/2024) kemarin.
Ditanya soal uang puluhan juta yang diminta Jaksa Hanis untuk meringankan masa tahanan Zainol, Arif mengaku tidak tahu menahu. Meskipun sempat mendapatkan informasi dari Zaini, akan tetapi pihaknya meminta untuk dikembalikan.
“Informasi dari Pak Zaini katanya, disuruh Pak Hanis. Soal uang saya tidak tahu, makanya saya minta kembalikan saja,” tegas Arif.
Arif menambahkan, jika sebelumnya Jaksa Hanis sempat menghubungi dirinya agar menemui Rofi’ie. “Pak Hanis menghubungi, tapi saya tidak mau. Katanya (Hanis-red) ada yang mau bertemu,” tandasnya.
Diketahui, kasus penyalahgunaan pil YY Zainol pada (27/12/2023) kemarin, berdasarkan Pasal 77 KUHP dikatakan gugur dan dihentikan karena yang bersangkutan telah meninggal dunia.