Jakarta – Tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia pada September 2024, yang diukur menggunakan gini ratio oleh Badan Pusat Statistik (BPS), menunjukkan angka sebesar 0,381.
Jika dibandingkan dengan data sebelumnya, gini ratio ini mengalami kenaikan sebesar 0,002 poin dari 0,379 pada Maret 2024, sekaligus mencatat penurunan sebesar 0,007 poin dari angka 0,388 pada Maret 2023.
Kondisi ketimpangan lebih terlihat jelas di daerah perkotaan, di mana gini ratio pada September 2024 mencapai angka 0,402, meningkat dari 0,399 pada Maret 2024 namun tetap menurun dari 0,409 pada Maret 2023.
Sebaliknya, di daerah perdesaan, gini ratio tercatat sebesar 0,308 pada September 2024, naik tipis dari 0,306 pada Maret 2024 tetapi turun dari 0,313 pada Maret 2023.
Distribusi pengeluaran pada kelompok 40 persen terbawah, yang digunakan Bank Dunia sebagai indikator ketimpangan, menunjukkan angka 18,41 persen pada September 2024.
Ketimpangan lebih mencolok terjadi di perkotaan, di mana distribusi pengeluaran kelompok 40 persen terbawah hanya mencapai 17,44 persen, jauh di bawah standar ideal untuk menciptakan pemerataan ekonomi yang lebih inklusif.
Sebaliknya, di perdesaan, distribusi pengeluaran kelompok 40 persen terbawah lebih baik, mencapai 21,39 persen, menunjukkan bahwa meskipun tingkat ketimpangan lebih rendah, desa masih menghadapi tantangan signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara merata.
Angka data BPS tersebut, menurut Ahmad Wahyudin, pakar ekonomi manajemen, mencerminkan dan menunjukkan: pertama, adanya dinamika ekonomi yang semakin kompleks di tengah perbaikan dan tantangan distribusi pendapatan.
Kedua, adanya pola fluktuasi dalam ketimpangan ekonomi selama dua tahun terakhir. Ketiga, distribusi pengeluaran di kota tetap menjadi tantangan besar meski ada sedikit perbaikan dalam jangka panjang.
Keempat, meskipun tingkat ketimpangan lebih rendah dibandingkan perkotaan, perbaikan di desa juga berjalan lambat dan cenderung stagnan. Kelima, hampir separuh penduduk masih memiliki akses terbatas terhadap sumber daya ekonomi.
Selain itu, kata dia, dari data tren ini menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah untuk mempersempit jurang ketimpangan harus lebih terarah pada sektor perkotaan, terutama karena urbanisasi terus meningkat dan menyebabkan konsentrasi pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu.
Dengan tingkat ketimpangan yang masih tinggi, menurut penjelasannya, Indonesia masih menghadapi tantangan berat untuk mendorong pertumbuhan inklusif yang mampu memastikan bahwa setiap lapisan masyarakat dapat merasakan manfaat dari perkembangan ekonomi secara adil dan berkelanjutan.