Site icon Madurapers

Kitab Kuning: Warisan Ilmu Agama Islam

Kitab Kuning, atau juga dikenal sebagai Kitab Klasik, adalah kumpulan pengetahuan agama Islam yang disampaikan dalam pondok-pondok pesantren

Kitab Kuning, atau juga dikenal sebagai Kitab Klasik, adalah kumpulan pengetahuan agama Islam yang disampaikan dalam pondok-pondok pesantren (Sumber foto: Istimewa, 2024).

Bangkalan – Di tengah arus kemajuan teknologi dan modernisasi, satu warisan ilmiah terus bersinar: Kitab Kuning. Meski sederhana dalam warna dan bahasa, kekayaan ilmu agama Islam terdapat dalam setiap halaman kitab ini. Mari kita gali lebih dalam tentang pesona dan makna di balik kitab ini.

Kitab Kuning, atau juga dikenal sebagai Kitab Klasik, adalah kumpulan pengetahuan agama Islam yang disampaikan dalam pondok-pondok pesantren. Mulai dari ajaran-ajaran fiqh, aqidah, akhlaq, hingga tata bahasa Arab, hadits, tafsir, dan ilmu Al-Qur’an, semuanya terangkum di dalamnya.

Namun, apa yang membedakan Kitab Kuning dengan sumber-sumber lainnya? Salah satu ciri khasnya adalah tidak adanya harakat di dalam teksnya. Tanpa tanda fathah, kasrah, dhammah, atau sukun, membaca kitab ini memerlukan keahlian khusus dalam tata bahasa Arab, yaitu nahwu dan sharf.

Ini yang membedakannya dengan Kitab Suci Al-Qur’an yang selalu dilengkapi dengan harakat, untuk memudahkan pembacaan oleh mereka (umat Islam) yang tidak fasih dalam bahasa Arab.

Dalam sejarahnya, kitab-kitab ini sering kali dicetak di atas kertas yang berwarna kuning, yang memberinya julukan “Kitab Kuning”. Jadi, pilihan warna kertas kitab ini tidaklah kebetulan.

Pada masa lampau, ketika pencahayaan terbatas terutama di desa-desa, kertas berwarna kuning terbukti lebih nyaman dan mudah dibaca dalam kegelapan. Meskipun kini pencahayaan telah berkembang pesat, tradisi penggunaan kertas kuning masih dilestarikan sebagai bagian dari warisan budaya.

Tidak hanya karena alasan praktis, warna kuning pada kertas juga menjadi bagian dari kekayaan kultural. Saat kertas menua, warnanya cenderung menguning dan menjadi gelap secara alami. Pada masa ketika lilin atau lampu masih berwarna kuning, perbedaan antara kertas putih dan kuning tidak begitu terasa, membuat kertas kuning lebih ekonomis untuk diproduksi secara massal.

Namun, masa kini membawa perubahan. Kitab-kitab Kuning tidak lagi hanya tersedia dalam bentuk fisik. Mereka telah bermigrasi ke dunia digital melalui berkas PDF atau CHM, serta berbagai perangkat lunak seperti Maktabah Syamila. Ini membuka akses lebih luas bagi para pembelajar, terutama di era pesantren modern.

Dari kertas kuning yang sederhana hingga dunia digital yang semakin canggih, Kitab Kuning terus menjadi pijakan bagi generasi Muslim untuk mempelajari dan mengamalkan ajaran agama Islam. Kecil namun penuh makna, kitab ini adalah jembatan antara masa lalu dan masa depan, menjaga kearifan lokal dalam perjalanan menuju pengetahuan global.

Exit mobile version