Jakarta – Indonesia adalah negara di kawasan Asia Tenggara yang kaya sumber daya alam (SDA). Sebagai negara kaya SDA, tak pelak kalau Indonesia dikatakan Forbers merasakan dampak melambatnya ekspor sektor tersebut, Minggu (31/12/2023).
Fenomena ini, menurut rilis berita Forbes, membuat indeks acuannya turun sebesar 1,5%. Namun serangkaian listing baru, terutama perusahaan-perusahaan energi dan pertambangan, menghasilkan keuntungan besar.
Keuntungan bisnis di sektor SDA ini meningkatkan kekayaan kolektif lapangan usaha industri di Indonesia hingga mencapai rekor US$255 miliar, naik 40% dari US$180 tahun lalu (tahun 2022, red.).
Hasilnya, separuh taipan dalam daftar atau listing terbaru (pencatatan Efek terbaru dalam daftar Efek yang tercatat di Bursa dan dapat diperjualbelikan, red.) tersebut menjadi lebih kaya dibandingkan dengan kekayaannya pada tahun yang lalu.
Menurut versi Forbes, berdasarkan indikator kekayaan bersih dan kepemilikan saham ada 5 (lima) orang terkaya dari 50 (lima puluh) orang terkaya di Indonesia tahun 2023. Lima orang tersebut adalah: (1) R. Budi & Michael Hartono, (2) Prajogo Pangestu, (3) Low Tuck Kwong, (4) Keluarga Wijaya, dan (5) Anthoni Salim & Keluarga.
Nilai kekayaan bersih lima orang terkaya tersebut adalah R. Budi & Michael Hartono mencapai US$48 miliar (m), Prajogo Pangestu mencapai US$43,7 miliar, Low Tuck Kwong mencapai US$27,2 miliar, Keluarga Wijaya mencapai US$10,8 miliar, dan Anthoni Salim & Keluarga mencapai US$10,3 miliar.
Sungguh luar biasa kekayaannya daripada pebisnis atau pelaku bisnis pada umumnya di Indonesia. Apalagi dibandingkan dengan para pekerja yang hanya bekerja di sektor formal atau non-formal.
Sektor lapangan usaha bisnis R. Budi & Michael Hartono, Prajogo Pangestu, Keluarga Wijaya, dan Anthoni Salim & Keluarga adalah diversivikasi, sedangkan Low Tuck Kwong adalah energi.
Nilai kekayaan tersebut disusun oleh Forbes berdasarkan pada informasi kepemilikan saham dan keuangan yang diperoleh dari keluarga dan individu, bursa saham, laporan tahunan, dan analisis.
Perhitungan nilai kekayaan ini berdasarkan pada harga saham dan nilai tukar pada 17 November dan penyesuaiannya untuk beberapa saham yang diperdagangkan yang memiliki public float (saham yang dimiliki publik, red.) yang rendah.