Bangkalan – Kemiskinan adalah isu global dalam pembangunan yang kompleks dan masih menjadi tantangan besar di berbagai negara, termasuk Indonesia. Masalah ini melibatkan banyak aspek, dari ekonomi hingga sosial, yang membuat upaya penuntasannya memerlukan pendekatan holistik.
Namun tak semua orang paham masalah tersebut. Lalu, pertanyaannya adalah: apa itu pembangunan dan apa ukuran dan indikatornya? Berikut penjelasannya yang dihimpun media Madurapers dari hasil wawancara dengan pengamat ekonomi asal Sampang, Jawa Timur.
Menurut Ahmad Wahyudin, kandidat doktor Ilmu Manajemen Universitas Negeri Malang (UM), kemiskinan adalah kondisi di mana individu atau kelompok tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar mereka, seperti pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan secara layak.
“Pengukuran kemiskinan biasanya didasarkan pada indikator seperti pendapatan, tingkat pendidikan, akses terhadap layanan kesehatan, serta kualitas tempat tinggal. Salah satu ukuran utama adalah garis kemiskinan, yaitu batas minimum pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar, yang berbeda di setiap negara,” jelas Wahyudin.
Mengutip Bank Dunia, Wahyudin menambahkan bahwa seseorang dikategorikan hidup dalam kemiskinan ekstrem jika pengeluarannya kurang dari $2,15 per hari atau setara dengan Rp35,224 per hari berdasarkan standar paritas daya beli.
Namun, kemiskinan tidak hanya soal angka pendapatan. “Kemiskinan juga bersifat multidimensional, mencakup akses terhadap infrastruktur, keamanan sosial, dan peluang kerja yang layak. Ini adalah bentuk keterbatasan yang menghalangi seseorang menjalani hidup dengan bermartabat,” katanya.
Wahyudin menggarisbawahi pentingnya memahami kemiskinan struktural, yang terjadi akibat kebijakan ekonomi yang tidak inklusif dan memperburuk ketimpangan sosial. Faktor geografis, seperti lokasi terpencil dan kerentanan terhadap bencana alam, turut memperparah kondisi ini. Bahkan secara antropologis, kemiskinan sering diwariskan lintas generasi, membentuk lingkaran kemiskinan yang sulit diputus.
Wahyudin menegaskan bahwa mengatasi kemiskinan memerlukan strategi komprehensif yang melibatkan berbagai pihak. Pemerintah, misalnya, dapat memainkan peran krusial dengan menyediakan program perlindungan sosial, seperti bantuan tunai, subsidi pangan, layanan kesehatan gratis, dan akses pendidikan.
“Peningkatan pendidikan melalui program beasiswa dan pelatihan keterampilan kerja adalah langkah efektif untuk memutus rantai kemiskinan,” tambahnya.
Selain itu, sektor swasta juga dapat berkontribusi dengan menciptakan lapangan kerja yang inklusif dan memberikan upah layak bagi pekerja dari kalangan miskin. Kolaborasi lintas sektor—antara pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil—sangat penting untuk memastikan keberlanjutan program pengentasan kemiskinan.
Wahyudin juga mendorong pendekatan partisipatif, di mana masyarakat lokal diberdayakan untuk menciptakan kemandirian ekonomi. Investasi besar-besaran dalam infrastruktur di daerah terpencil sangat diperlukan untuk meningkatkan akses terhadap pasar, pendidikan, dan layanan kesehatan.
“Dengan kolaborasi yang baik, kita bisa menciptakan dunia yang lebih adil dan sejahtera. Mengatasi kemiskinan adalah tanggung jawab bersama yang memerlukan sinergi lintas sektor,” pungkasnya.
Melalui langkah-langkah konkret dan kerja sama yang solid, harapan untuk mengakhiri kemiskinan bukanlah impian semata, melainkan tujuan yang dapat diwujudkan.