Site icon Madurapers

Mohammad Tabrani: Pahlawan Bahasa Indonesia dari Pamekasan, Madura

Mohammad Tabrani, seorang pahlawan nasional yang melambangkan semangat pejuang Bahasa Indonesia (Dok. Madurapers, 2024).

Mohammad Tabrani, seorang pahlawan nasional yang melambangkan semangat pejuang Bahasa Indonesia (Dok. Madurapers, 2024).

Di balik gemerlapnya sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia terdapat nama yang tak boleh dilupakan: Mohammad Tabrani. Seorang pahlawan nasional yang melambangkan semangat pejuang Bahasa Indonesia, Tabrani lahir pada tanggal 10 Oktober 1904 di Pamekasan, Madura, Jawa Timur dengan nama lengkap Mohammad Tabrani Soerjowitjitro. Namun, ketenarannya bukan semata-mata karena asal-usulnya yang eksotis, melainkan karena jasanya dalam memperjuangkan bahasa persatuan bangsa, Bahasa Indonesia.

Tabrani bukanlah sekadar seorang jurnalis biasa. Kiprahnya di Harian Hindia Baru sejak Juli 1925 menjadi awal dari perjalanan panjangnya dalam mengukir sejarah. Pada 10 Januari 1926, Tabrani merintis gagasan revolusioner dengan menulis artikel berjudul “Kasihan” yang kemudian menjadi pijakan awal penggunaan nama “Bahasa Indonesia”. Gagasan tersebut muncul sebagai respons terhadap kedaerahan yang kental di kalangan masyarakat Indonesia pada masa itu. Di tengah keberagaman yang memisahkan, Tabrani melihat urgensi untuk mempersatukan bangsa melalui bahasa yang sama.

Tulisan berikutnya yang menjadi tonggak sejarah adalah “Bahasa Indonesia” yang dipublikasikan dalam koran Hindia Baru edisi 11 Februari 1926. Dengan tegas, Tabrani menyerukan: “Bangsa Indonesia belum ada, terbitkanlah bangsa Indonesia itu! Bahasa Indonesia belum ada, terbitkanlah Bahasa Indonesia itu!”. Kata-kata itu bukan sekadar seruan, melainkan sebuah panggilan jiwa untuk menumbuhkan identitas nasional yang kokoh.

Namun, perjuangan Tabrani tidak berhenti di situ. Pada Kongres Pemuda Pertama yang diselenggarakan pada 30 April hingga 2 Mei 1926, Tabrani menolak gagasan Mohammad Yamin yang mengusulkan penggunaan Bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Dengan gagah berani, Tabrani mempertahankan pandangannya bahwa bahasa persatuan haruslah Bahasa Indonesia. Baginya, menggunakan Bahasa Melayu akan menciptakan kesan imperialisme yang tidak sesuai dengan semangat kemerdekaan bangsa Indonesia.

Dalam sebuah catatan otobiografi yang berjudul “Anak Nakal Banyak Akal”, Tabrani menegaskan, “Kemerdekaan bangsa dan Tanah Air kita Indonesia ini terutama akan tercapai dengan jalan persatuan anak Indonesia yang antara lain terikat oleh Bahasa Indonesia.” Ungkapan itu menggambarkan kesungguhan dan keyakinannya akan peran penting Bahasa Indonesia dalam merajut persatuan bangsa.

Meskipun perdebatan antara Tabrani dan Yamin tidak mencapai kesepakatan pada Kongres Pemuda Pertama, namun semangat Tabrani tetap berkobar. Pembahasan mengenai bahasa ditunda hingga Kongres Pemuda Indonesia II pada tahun 1928. Namun, jasa-jasanya telah meninggalkan jejak yang tak terhapuskan dalam sejarah perjuangan kemerdekaan Indonesia.

Tak hanya sebagai seorang jurnalis, Tabrani juga merupakan simbol semangat perjuangan dan keteguhan hati dalam menghadapi tantangan. Ia adalah contoh nyata bahwa keberanian dan kesetiaan pada nilai-nilai luhur dapat mengubah arah sejarah sebuah bangsa. Meskipun telah tiada, namun semangatnya tetap hidup dalam setiap kata dan tindakan para pejuang bahasa dan kemerdekaan.

Sejarah mencatat nama Mohammad Tabrani sebagai salah satu pahlawan yang berjasa dalam menyatukan bangsa Indonesia melalui Bahasa Indonesia. Jiwanya yang penuh semangat dan tekad yang kokoh menjadi sumber inspirasi bagi generasi-generasi mendatang untuk terus memperjuangkan persatuan dan kesatuan bangsa, serta menjaga keberagaman yang menjadi kekayaan Indonesia.

Dengan mengenang perjuangan Mohammad Tabrani, mari kita teruskan tongkat estafet perjuangan untuk mewujudkan cita-cita luhur bangsa Indonesia. Sebagai anak bangsa, marilah kita bersatu padu, berbicara dengan satu suara, dan mengangkat nama Indonesia di panggung dunia.

Exit mobile version