Bangkalan – Negara, sebuah entitas yang mendominasi kehidupan manusia dalam berbagai aspek, menjadi pusat perdebatan filosofis yang mendalam selama berabad-abad. Pandangan tentang negara telah berkembang dari waktu ke waktu.
Pandangan kritis Karl Marx, Friedrich Engels, Pierre-Joseph Proudhon, dan Mikhail Bakunin tentang negara, turut serta memberikan kontribusi penting terhadap pemahaman kita tentang peran dan sifat negara.
Karl Marx dan Friedrich Engels
Karl Marx dan mitra sejawatnya, Friedrich Engels, adalah dua figur sentral dalam pemikiran politik dan ekonomi abad ke-19. Menurut Marx dan Engels, negara adalah alat yang digunakan oleh kelas dominan (kelas borjuasi) untuk menjaga dan mempertahankan supremasi kelas dominan atas kelas yang tertindas (kelas proletar). Marx dan Engels menganggap negara sebagai produk dari antagonisme kelas, yang muncul dari kontradiksi dalam mode produksi kapitalis.
Marx dan Engels memandang negara sebagai instrumen yang digunakan oleh borjuasi untuk menindas proletariat, kelas pekerja yang berjuang untuk mengakhiri eksploitasi kapitalis. Marx dan Engels menganggap bahwa negara akan lenyap secara bertahap setelah revolusi proletar, yang akan mengakhiri dominasi kelas borjuasi dan memperkenalkan masyarakat tanpa kelas.
Dalam karyanya yang terkenal, “Manifesto Komunis,” Marx dan Engels menyatakan bahwa negara akan menghilang sebagai entitas terpisah dan digantikan oleh pemerintahan langsung oleh rakyat.
Pierre-Joseph Proudhon
Pierre-Joseph Proudhon, seorang pemikir anarkis Prancis abad ke-19, memiliki pandangan yang berbeda tentang negara. Bagi Proudhon, negara adalah institusi yang bertentangan dengan kebebasan individu dan masyarakat. Ia memandang negara sebagai sumber tirani dan eksploitasi yang harus dihapuskan sepenuhnya.
Proudhon terkenal dengan ungkapannya, “Property is theft!” (“Kepemilikan adalah pencurian!”), yang mencerminkan pandangannya tentang sifat eksploitatif dari kepemilikan pribadi dan peran negara dalam mempertahankannya. Baginya, solusi untuk masalah sosial dan ekonomi tidak terletak pada negara, tetapi pada organisasi sosial yang didasarkan pada prinsip-prinsip solidaritas, otonomi, dan kesetaraan.
Proudhon mendukung ide federasi dari masyarakat bebas yang saling berkaitan, di mana kekuasaan terdesentralisasi dan dikontrol langsung oleh individu-individu.
Mikhail Bakunin
Mikhail Bakunin, seorang revolusioner anarkis Rusia abad ke-19, juga memiliki pandangan yang kritis terhadap negara. Bagi Bakunin, negara adalah alat yang digunakan oleh elit untuk mempertahankan monopoli kekuasaan dan kekayaannya atas masyarakat. Dia melihat negara sebagai institusi yang tidak dapat direformasi dan harus dihancurkan melalui revolusi sosial.
Bakunin menolak konsep Marx tentang “diktatur proletariat” dan mengkhawatirkan bahwa pemerintahan revolusioner yang didirikan oleh Marx dan partai komunis akan berkembang menjadi otoritarianisme yang sama seperti negara kapitalis yang digantikannya. Baginya, tujuan revolusi adalah untuk menghapuskan negara dan membangun masyarakat yang didasarkan pada prinsip-prinsip kebebasan dan kesetaraan.
Bakunin menekankan pentingnya aksi langsung dan partisipasi rakyat dalam proses revolusioner, serta perlunya solidaritas antar individu-individu untuk melawan struktur kekuasaan yang ada.
Dengan demikian, meskipun Marx, Engels, Proudhon, dan Bakunin memiliki pendekatan yang berbeda terhadap negara, mereka semua sepakat bahwa negara adalah institusi yang memainkan peran sentral dalam pemeliharaan ketidaksetaraan dan eksploitasi dalam masyarakat.
Bagi Marx dan Engels, negara adalah alat kelas dominan untuk menindas kelas yang tertindas, sementara Proudhon dan Bakunin melihat negara sebagai sumber tirani yang harus dihapuskan sepenuhnya.
Meskipun terdapat perbedaan pendekatan mereka, kontribusi para pemikir ini telah membantu membentuk pemahaman kita tentang sifat dan peran negara dalam masyarakat. Pemikirannya terus mempengaruhi gerakan sosial dan politik saat ini yang berjuang untuk keadilan sosial, kesetaraan, dan kebebasan.