Probolinggo – Kehadiran kepala divisi Syariah Bank Jatim ke Unviersitas Nurul Jadid untuk (UNUJA) memberikan kuliah tamu di aula kampus merupakan salah satu program dari banyak rangkaian yang dilakukan oleh universitas yang terletak di Paiton, dengan tema, “Prospek Perbankan Syariah di Era Revolusi Industri 4.0”, Senin, (12/4/21).
Dalam sambutannya Kiai Abdul Hamid Wahid selaku rektor UNUJA, menegaskan bahwa tugas dari perguruan tinggi itu mengambangkan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.
Namun, ada unsur yang tidak bisa ditinggalkan, yaitu aspek lapangan dan industri. Hubungan dua arah antara ilmu dan lapangan harus dijaga dan dikembangkan. Dengan relasi itu, ilmu menjadi dinamis.
“Apa yang abadi di dunia adalah perubahan,” ujar rektor seraya mengutip nama Herakletos, filsuf Yunani.
Dalam proses itu, belajar tidak ada batas. Lebih jauh, mantan wakil rakyat di Senayan ini mendorong perguruan tinggi untuk menyeleraskan Tridharma dengan ouput, outcome, dan kompetensi.
“Tambahan lagi, life skills (keterampilan hidup) perlu ditanamkan karena kemampuan inilah yang akan mendorong perubahan mungkin. Keilmuan penting dan paling penting adalah mengelola jaringan, yang menjadi pemangkin berfungsinya pengetahuan, teknologi dan kesenian,” imbuhnya.
Sementara, dalam paparannya, Arif Wicaksono menegaskan bahwa besaran Bank Syariah (market share) masih berkisar 6,51 persen dibandingkan bank konvensional.
Secara demografis, Indonesia menempati negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia, dengan 12,7 persen dari seluruh populasi umat Islam. Dari kenyataan ini, masa depan perbankan syariah terbuka luas.
Demikian juga, dengan adanya Bank Umum Syariah, Unit Usaha Syariah, dan BPRS, peluang mahasiswa jurusan perbankan syariah terbuka lebar. Tentu, kesempatan ini harus dibarengi dengan daya saing dan kompetensi.
Bank Syariah Indonesia akan mendorong Indonesia sebagai pusat dengan turut mendorong bank untuk bersinegeri dengan sektor lain seperti industri halal dan pariwisata syariah. Sejalan dengan pernyataan Kiai Ma’ruf bahwa pemerintah mendorong pengembangan industri halal.
Dengan dukungan ini, kegiatan eknomi syariah akan terus tumbuh, tambah Arif. Perlu diakui, di masa pandemi, bank syariah mengalamai pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional.
Pada waktu yang sama, Bank Syariah mendapatkan tantangan dari fintech (financial technology). Apalagi, fintech juga berfungsi seperti bank dengan memberikan pinjaman dan pengumrpulan pembiayaan (crowd funding).
Tidak hanya itu perubahan prilaku di era Revolusi Industri 4.0 juga harus ditimbang, ditambah lagi dengan pandemi banyak yang berubah dalam kegiatan ekonomi rumah tangga. Untuk mementum reformasi keuangan pasca-Covid-19 perlu segera diantisipasi.
Dalam kegiatan ini, mahasiswa diberi kesempatan untuk bertanya. Dengan dialog, diharapkan kegiatan perkuliahan akan menyuburkan literasi ekonomi syariah.
Tentu, acara tersebut tidak hanya berhenti pada transfer pengetahuan, tetapi juga lahir program berkelanjutan sebagai tindak lanjut dari MoU (Memorandum of Understanding) yang telah ditandatangani antara pihak Bank Jatim dan UNUJA.
Acara ini diakhiri dengan penyerahan karya mahasiswa berjudul Perbankan Syariah di Era Revolusi Industri 4.0 terbitan LP3M kepada Bapak Arif.