Pangeran Trunojoyo (ditulis Trunajaya, red.), raden atau pangeran dari Arosbaya, Bangkalan, Madura, dikenal sebagai pemimpin pemberontakan besar terhadap Kesultanan Mataram pada abad ke-17. Ia menjadi simbol perlawanan rakyat Madura terhadap dominasi Mataram dan VOC.
Lahir pada tahun 1649, Trunojoyo merupakan cucu dari Cakraningrat I, penguasa Madura yang juga menantu Sultan Agung dari Mataram. Ayahnya, Raden Demang Melayakusuma, adalah putra Cakraningrat I dari istri selir.
Setelah Madura ditaklukkan oleh Mataram pada 1624, keluarga Trunojoyo dibawa ke istana Mataram. Ia tumbuh di lingkungan istana yang penuh intrik politik dan kekuasaan.
Pada tahun 1656, ayah Trunojoyo dieksekusi atas perintah Amangkurat I, penguasa Mataram saat itu. Peristiwa ini mendorong Trunojoyo untuk meninggalkan istana dan menetap di Kajoran, tempat ia menikahi putri Raden Kajoran.
Di Kajoran, Trunojoyo menjalin hubungan dengan Raden Kajoran, seorang tokoh ulama berpengaruh yang juga menentang kekuasaan Amangkurat I. Keduanya kemudian merencanakan pemberontakan terhadap Mataram.
Pada tahun 1674, Trunojoyo memulai pemberontakan dengan dukungan pasukan dari Makassar yang dipimpin oleh Karaeng Galesong. Mereka berhasil merebut beberapa kota penting di pesisir utara Jawa, termasuk Surabaya dan Gresik.
Puncak pemberontakan terjadi pada tahun 1677 ketika pasukan Trunojoyo berhasil merebut ibu kota Mataram di Plered. Amangkurat I melarikan diri dan meninggal dalam pelarian, sementara putranya, Amangkurat II, mencari bantuan VOC.
Dengan bantuan VOC, Amangkurat II melancarkan serangan balik dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang dikuasai Trunojoyo. Pada November 1678, Kediri, basis pertahanan Trunojoyo, jatuh ke tangan pasukan gabungan Mataram dan VOC.
Trunojoyo melarikan diri ke daerah pegunungan di sekitar Malang, namun akhirnya ditangkap pada 27 Desember 1679. Ia kemudian dibawa ke hadapan Amangkurat II di Payak.
Pada 2 Januari 1680, Trunojoyo dieksekusi atas perintah Amangkurat II. Eksekusi ini menandai berakhirnya pemberontakan yang dipimpinnya dan mengukuhkan kembali kekuasaan Mataram.
Meskipun pemberontakannya gagal, Trunojoyo dikenang sebagai pahlawan oleh masyarakat Madura. Namanya diabadikan dalam berbagai institusi, seperti Universitas Trunojoyo di Bangkalan dan Bandara Trunojoyo di Sumenep.
Kisah Pangeran Trunojoyo menjadi simbol perlawanan terhadap penindasan dan ketidakadilan. Ia dianggap sebagai tokoh yang berani menentang kekuasaan yang korup dan sewenang-wenang.
Pemberontakan Trunojoyo juga menunjukkan kompleksitas politik di Jawa pada abad ke-17, di mana konflik internal dan campur tangan asing saling mempengaruhi. Peristiwa ini menjadi pelajaran penting dalam sejarah Indonesia.
Hingga kini, Trunojoyo tetap menjadi inspirasi bagi perjuangan melawan ketidakadilan. Semangatnya terus hidup dalam ingatan kolektif masyarakat Madura dan Indonesia.
Pangeran Trunojoyo adalah simbol keberanian dan tekad dalam menghadapi penindasan. Namanya akan terus dikenang sebagai pahlawan yang berjuang demi keadilan dan kebebasan.