Corporate Social Responsibility (CSR) seharusnya menjadi instrumen strategis bagi perusahaan dalam memberikan dampak sosial yang positif. Namun, implementasi CSR PHE WMO di pesisir utara Bangkalan menunjukkan adanya ketidaksesuaian antara konsep dan realisasi di lapangan. Masyarakat kerap mengeluhkan bahwa program CSR yang dijalankan tidak menjawab kebutuhan utama mereka.
Program CSR yang ideal harus selaras dengan kebutuhan masyarakat dan tidak sekadar menjadi formalitas. Data dari Kementerian ESDM menunjukkan bahwa hanya 15% dana CSR di sektor energi yang dialokasikan untuk pengentasan kemiskinan. Persentase ini mencerminkan lemahnya orientasi sosial perusahaan terhadap masyarakat sekitar.
Minimnya transparansi dalam pengelolaan dana CSR PHE WMO turut memperburuk kondisi ini. Survei LSM Bangkalan menunjukkan bahwa 70% masyarakat tidak mengetahui program CSR yang berlangsung di wilayah mereka. Kurangnya informasi ini menimbulkan ketidakpercayaan dan memperkuat anggapan bahwa CSR hanya menjadi kepentingan citra perusahaan.
Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa dana CSR digunakan secara efektif dan tepat sasaran. Ketidakjelasan alokasi dana CSR PHE WMO semakin memperbesar jurang ketidakpercayaan antara perusahaan dan masyarakat. Program yang seharusnya mendukung kesejahteraan malah menjadi pemicu skeptisisme di tingkat lokal.
Akuntabilitas merupakan kunci utama dalam menciptakan program CSR yang berdampak nyata. Tanpa mekanisme pengawasan yang jelas, dana CSR berpotensi disalurkan secara tidak efektif atau bahkan disalahgunakan. Penerbitan laporan tahunan yang merinci penggunaan dana CSR dapat menjadi langkah awal dalam membangun transparansi.
Selain keterbukaan informasi, partisipasi masyarakat dalam perencanaan program CSR juga harus ditingkatkan. Sebuah studi menunjukkan bahwa keterlibatan masyarakat dalam perencanaan CSR dapat meningkatkan efektivitas program hingga 40%. Dengan pola partisipatif, program CSR tidak hanya bersifat top-down, tetapi juga berbasis kebutuhan riil masyarakat.
Efektivitas CSR tidak dapat diukur hanya dari jumlah dana yang dikucurkan, tetapi juga dari dampak sosial yang dihasilkan. Program yang tidak memiliki tolok ukur keberhasilan yang jelas cenderung menjadi proyek jangka pendek tanpa efek berkelanjutan. PHE WMO harus melakukan evaluasi menyeluruh untuk memastikan program yang dijalankan benar-benar memberi manfaat bagi masyarakat.
Kolaborasi dengan pemerintah daerah dan organisasi masyarakat sipil dapat menjadi solusi untuk meningkatkan efektivitas CSR. Sinergi antara sektor swasta, pemerintah, dan masyarakat telah terbukti mampu mempercepat pengentasan kemiskinan di beberapa daerah lain. Jika diterapkan dengan baik, skema ini dapat menjadi model CSR yang lebih inklusif dan berorientasi pada dampak jangka panjang.
Dengan mengatasi berbagai tantangan dalam implementasi CSR, PHE WMO memiliki kesempatan untuk menjadi pelopor dalam pengelolaan CSR yang lebih bertanggung jawab. Evaluasi berbasis data, peningkatan transparansi, serta pelibatan masyarakat menjadi langkah fundamental yang harus diambil. Hanya dengan pendekatan ini, CSR dapat bertransformasi dari sekadar kewajiban perusahaan menjadi instrumen perubahan sosial yang nyata.
Choliq Noor, Ex- Chief PR BGP, CNPC (PetroChima) Siesmic Madura 3D #8611A (Dok. Madurapers, 2025).