Bangkalan – Partai Cokelat atau Parcok akhir-akhir ini muncul sebagai istilah baru dalam ranah politik praktis di negara Indonesia, Rabu (11/12/2024).
Kemunculan istilah politik ini, melahirkan pro-kontra antarelit politik, sehingga menjadi perbincangan atau perdebatan hangat khalayak atau publik di Indonesia.
Istilah ini muncul pertama kali menjelang hari pelaksanaan pencoblosan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak di Indonesia, Rabu, 27 November 2024. Politisi yang memperkenalkan istilah ini adalah Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Hasto Kristiyanto.
Sekjen DPP PDI-P ini mengungkapkan istilah ini dalam sebuah wawancara pada Jumat, 22 November 2024, jelang hari pencoblosan Pilkada Serentak pada Rabu, 27 November 2024.
Terlepas dari pro-kontra kepentingan penggunaan istilah tersebut, lalu pertanyaannya, apa itu Partai Cokelat (Parcok)? Berikut penjelasan Wahyudi, pakar linguistik dari Universitas Bahaudin Mudhary Madura (UNIBA Madura).
Menurut Yudik, panggilan akrab pemuda enerjik asal Madura, Jawa Timur ini, istilah Partai Cokelat secara etimologi (asal-usul kata) terbentuk dari dua kata, yakni Partai (Partai Politik) dan Cokelat.
Partai atau partai politik, dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Online, artinya perkumpulan yang didirikan untuk mewujudkan ideologi politik tertentu. Kata cokelat sendiri, dalam KBBI Online, adalah warna merah kehitam-hitaman, serupa dengan warna sawo matang.
Jadi, secara etimologi (asal-usul kata, red.) Partai Cokelat atau Parcok menurut Yudik, dapat diartikan sebagai perkumpulan politik dengan ideologi warna merah ke-hitam-hitaman.
Namun, ketika kita telusuri konteks kemunculannya istilah tersebut, menurut Pakar Linguistik lulusan UNS (Universitas Sebelas Maret) ini, Partai Cokelat secara terminologi (istilah teknis, red.) mengarah pada institusi kepolisian, yang dilibatkan oleh elit penguasa dalam Pilkada Serentak tahun 2024.
Istilah (konsep, red.) politik ini digunakan oleh Hasto Kristiyanto untuk menggambarkan atau menjelaskan perilaku politik elit politik tertentu yang (berupaya) menggerakkan institusi kepolisian (Partai Cokelat, red.) dalam Pilkada Serentak tahun 2024.
Tujuan praktek politik tersebut, tentu adalah untuk memenangkan paslon yang didukung elit politik tersebut dalam Pilkada Serentak tahun 2024. Elit tersebut, menurut Hasto Kristiyanto adalah mantan elit berkuasa di Indonesia, yakni Jokowi mantan Presiden RI.
Praktek politik tak demokratis ini dilakukan Jokowi (Joko Widodo, red.), menurutnya, untuk membangun “kerajaan (dinasti, red.) politik” dengan menempatkan orang-orang terdekatnya di posisi strategis Pilkada Serentak tahun 2024.