Target pendapatan dan belanja negara selama lima tahun terakhir mengalami peningkatan. Pada APBN TA (Tahun Anggaran) 2016 pemerintah menetapkan target pendapatan negara sebesar Rp1.848,1 triliun dan belanja negara Rp2.121,3 triliun. Pada APBN TA 2020 target pendapatan negara meningkat menjadi Rp2.233,2 triliun dan belanja negara meningkat Rp2.540,4 triliun.
Target pendapatan dan belanja negara ini ditetapkan pemerintah dalam UU No. 14/2015, UU No. 18/2016, UU No. 15/2017, UU No. 12/2018, dan UU No. 20/2019.
Dibandingkan dengan APBN TA 2016, target pendapatan negara pada APBN TA 2020 meningkat sebesar Rp385,1 triliun (20,8%) dan target belanja negara meningkat sebesar Rp419,1 triliun (19,8%).
Dari hasil analisis terhadap data APBN TA 2016-2020, realisasi pendapatan dan belanja negara tidak efektif dan efisien sesuai target yang ditetapkan pemerintah, kecuali pendapatan negara pada APBN TA 2018 dan belanja negara pada APBN TA 2020.
Rasio realisasi-target pendapatan negara kurang dari100% dan target-realisasi belanja negara lebih dari 100%. Nilai rasio ini menunjukkan bahwa realisasi/target kebijakan pemerintah pada pendapatan negara tidak efektif dan pada belanja negara tidak efisien.
Berdasarkan hasil analisis pada data APBN TA 2016-2020, rasio realisasi-target pendapatan negara TA 2016 sebesar 84,1%, TA 2017 sebesar 95,2%, TA 2019 sebesar 93,8%, dan TA 2020 sebesar 76,1%. Rasio target-realisasi belanja negara TA 2016 sebesar 114%, TA 2017 sebesar 100,1%, TA 2018 sebesar 100,3%, dan TA 2019 sebesar 105,1%.
Berdasarkan perubahan ekonomi makro, pemerintah mengoreksi target pendapatan dan belanja negara pada APBN Perubahan (APBN-P) TA 2016, 2017, dan 2020. APBN-P tersebut ditetapkan dalam UU No. 12/2016, UU No. 8/2017, dan Perppu No. 1/2020, UU No. 2/2020, dan Perpres No. 54/2020.
Namun, sayangnya realisasinya tidak sesuai dengan yang diharapkan pemerintah. Rasio realisasi-target pendapatan negara dan target-realisasi belanja negara nilainya hampir ekuivalen dengan APBN TA 2016-2020.
Rasio realisasi-target pendapatan negara TA 2016 sebesar 87,1%, TA 2017 sebesar 96,0%, TA 2019 sebesar 93,8%, dan TA 2020 sebesar 78,5%. Rasio target-realisasi belanja negara TA 2016 sebesar 112%, TA 2017 sebesar 102,7%, TA 2018 sebesar 100,3%, dan TA 2019 sebesar 105,1%.
Data analisis tersebut memperlihatkan bahwa selama periode TA 2016-2020, pendapatan negara tidak efektif dan belanja negara tidak efisien, kecuali pendapatan negara di TA 2018 dan belanja negara di TA 2020. Tidak efektifnya pendapatan negara dan efisiensinya belanja negara disebabkan pemerintah tidak dapat mencapai target (realisasi) pendapatan dan belanja negara di TA tersebut.
Menurut pemerintah, seperti yang diberitakan di laman Kementerian Keuangan RI, tidak tercapainya target pendapatan dan belanja negara tesebut disebabkan oleh pelbagai faktor. Faktor tersebut antara lain seperti ekonomi global, harga komoditi, pelambatan ekonomi, dan yang terbaru pandemi Covid-19.
Analisa ini sekilas simetris dg bbrp kajian empiris di tahun2 sebelumnya. Artinya dlm perspektif kemenkeu, itu normal krn banyaknya faktor penyebab, apalagi yg terakhir, covid-19. Namun mnrt asumsi sy, itu hanya diatas kertas sj. Jauh di luar itu, indikasi kebocoran APBN dari hulu ke hilir sangat potensial sekali, hanya sj tdk terekspose oleh medsos atau justru sulit diendus oleh para kuli tinta, apalagi oleh penegak hukum. Banyaknya
indikasi kebocorann ini terkadang terkesan ‘dibiarkan’ atau justru ini termasuk bagian dari skenario bagi2 kue. Semoga indera penciuman sy ini salah, shg titik2 kebocorannya segera ketemu dan diperbaiki. Prinsipnya, kalo hulunya airnya jernih, Insya Allah air di hilir juga jernih, dan nilai kualitas airnya sgt layak dikonsumsi.
Mantap pak