Surabaya – Perdagangan luar negeri Jawa Timur (Jatim) masih mengalami defisit meskipun ekspor menunjukkan tren kenaikan. Nilai ekspor yang lebih rendah dibandingkan impor menjadi penyebab utama defisit neraca perdagangan daerah ini, Jumat (06/06/2025).
Kinerja ekspor Jatim pada Januari-April 2025, data BPS Jatim menunjukkan peningkatan yang menggembirakan. Nilainya mencapai US$8,31 miliar atau naik 2,27 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2024.
Kenaikan ekspor terutama ditopang oleh ekspor nonmigas yang tumbuh 3,65 persen dengan nilai US$8,10 miliar. Komoditas unggulan seperti kakao dan olahannya mencatat lonjakan signifikan mencapai 70,21 persen.
Pada April 2025 saja, nilai ekspor Jatim mencapai US$2,18 miliar, tumbuh 19,68 persen dibandingkan April 2024. Ekspor nonmigas menyumbang US$2,11 miliar atau naik 21,53 persen dari tahun lalu.
Sektor industri pengolahan menjadi penyumbang terbesar ekspor nonmigas dengan nilai US$7,65 miliar. Sedangkan sektor pertanian mengalami peningkatan tertinggi secara persentase, yakni 46,57 persen.
Namun, sektor pertambangan justru mengalami penurunan ekspor sebesar 40,81 persen. Penurunan ini turut menahan laju pertumbuhan ekspor secara keseluruhan.
Sayangnya, di sisi impor, Jatim mencatat kenaikan yang lebih tinggi daripada ekspor. Nilai impor Januari-April 2025 mencapai US$9,68 miliar, naik 1,61 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya.
Impor nonmigas naik signifikan sebesar 10,33 persen dengan nilai mencapai US$7,96 miliar. Kenaikan impor ini lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekspor nonmigas.
Pada April 2025, impor Jatim naik drastis sebesar 21,51 persen menjadi US$2,69 miliar. Impor nonmigas pun meningkat 39,49 persen menjadi US$2,35 miliar.
Komoditas impor yang meningkat tajam adalah perhiasan/permata, naik hingga 337,22 persen atau US$530,78 juta. Di sisi lain, impor serealia justru turun drastis sebesar 53,05 persen.
Impor bahan baku dan penolong masih mendominasi dengan nilai US$7,92 miliar, naik 1,94 persen. Impor barang modal juga naik, sedangkan impor barang konsumsi justru turun 7,64 persen.
Dengan nilai ekspor sebesar US$8,31 miliar dan impor US$9,68 miliar, perdagangan Jatim mengalami defisit sebesar US$1,37 miliar. Artinya, meskipun ekspor tumbuh, nilai impor yang lebih tinggi membuat perdagangan Jatim belum surplus.