Surabaya – Indonesia, sebagai negara berkembang dengan potensi ekonomi terbesar di Asia Tenggara, semakin mencuri perhatian dunia. Salah satu isu yang mencuat adalah bergabungnya Indonesia secara resmi dengan BRICS, organisasi negara-negara ekonomi besar yang terdiri dari Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan.
BRICS bertujuan memperkuat kerja sama ekonomi dan politik antarnegara anggota. Bergabung dengan organisasi ini, menurut pengamatan Mohammad Fauzi, alumni Ilmu Hubungan Internasional Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), bagi Indonesia, memiliki potensi plus minus atau kemungkinan keuntungan namun juga tantangan yang perlu dipertimbangkan.
Menurut dia, keuntungan pertama yang dapat diperoleh Indonesia adalah peluang ekonomi yang lebih luas. BRICS menyediakan akses kepada inisiatif seperti New Development Bank (NDB), yang memberi peluang pendanaan untuk proyek infrastruktur dan pembangunan berkelanjutan di Indonesia. Hal ini akan mempercepat proses pembangunan nasional.
Keuntungan kedua adalah diversifikasi mitra dagang. Dengan bergabung dalam BRICS, Indonesia dapat memperluas pasar ekspor ke negara-negara berkembang, seperti India dan Afrika Selatan. Hal ini dapat mengurangi ketergantungan pada pasar tradisional seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Keuntungan ketiga adalah peningkatan pengaruh diplomatik Indonesia. Sebagai anggota BRICS, Indonesia bisa memperkuat posisinya dalam kebijakan ekonomi global. Keanggotaan ini juga membuka peluang bagi Indonesia untuk mendorong reformasi sistem keuangan internasional yang lebih adil bagi negara berkembang.
Namun, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi Indonesia. Salah satunya adalah potensi ketegangan dengan mitra tradisional. Bergabung dengan BRICS dapat menciptakan persepsi bahwa Indonesia lebih dekat dengan Cina dan Rusia, yang mungkin memengaruhi hubungan dengan negara-negara Barat seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa.
Selain itu, keputusan ini dapat dianggap sebagai pergeseran geopolitik yang dapat memengaruhi diplomasi Indonesia. Pergeseran ini bisa membawa dampak tidak menguntungkan bagi hubungan multilateral yang telah lama terjalin, khusus Amerika Serikat dan sekutunya.
Ketidakpastian keuntungan ekonomi juga menjadi pertimbangan penting. Meskipun BRICS menawarkan potensi besar, perbedaan kepentingan dan tingkat pembangunan antaranggota bisa menyebabkan kesulitan dalam mencapai hasil yang maksimal.
Koordinasi dalam BRICS juga bukan hal yang mudah. Perbedaan budaya dan kebijakan antarnegara anggota bisa membuat proses kerja sama lebih kompleks. Indonesia perlu berinvestasi besar dalam diplomasi untuk memastikan posisinya tetap dihargai.
Secara keseluruhan, kata dia, meski terdapat berbagai keuntungan, tantangan yang ada juga perlu dipertimbangkan dengan hati-hati. Oleh karena itu, para pejabat terkait di Indonesia harus memahami benar dinamika ekonomi dan politik global pasca bergabung dengan BRICS, serta melakukan langkah-langkah strategis untuk kepentingan jangka panjang ekonomi dan politik Indonesia.