Proyek Pembangunan Pasar Anom Mendapat Kritik dari Pakar Hukum, Begini Tanggapan Pemenang Lelang

foto busri
R.B Arifin Abdurrahman, pakar hukum aktivis anti korupsi. (Istimewa)

Sumenep – Proses lelang proyek pembangunan Pasar Anom Blok Sayur Tahap I di Kabupaten Sumenep, Madura,  hingga saat ini masih terus menuai kontroversi yang berkepanjangan.

Adanya dugaan pengkondisian pada proyek tersebut, kini mendapat kritik pedas dari salah seorang pakar hukum. R.B Arifin Abdurrahman, yang juga dikenal sebagai aktivis anti korupsi menyatakan bahwa persoalan ini disebabkan oleh adanya penambahan sejumlah persyaratan lelang dalam Lembar Dokumen Pemilihan (LDP).

“Kami nilai tidak substansial, sehingga dalam proses lelang tersebut bisa berakibat dua persoalan hukum. Pejabat Pembuat Komitmen (PPKom) sengaja melakukan penambahan dan perubahan persyaratan yang tidak substansial,” ungkapnya pada media ini, Senin (20/09/2021). 

Kelompok Kerja (Pokja) CV. Bayu Jaya Abadi yang berhasil memenangkan penawaran senilai Rp. 2.735.577.957,20, menurut Arifin merupakan sebuah kesalahan akibat kebijakan yang tidak substansial. 

Pasalnya Pokja ini memenangkan penawaran dengan harga yang turun 2,4 persen dari Harga Perkiraan Sendiri (HPS), bahkan posisinya berada di urutan terakhir alias urutan kelima.

“Padahal dalam Permen PU 12 Tahun 2021 lampiran III tentang Metode Tender Satu File, Sistem Harga Terendah, dalam melakukan Evaluasi Dokumen Penawaran  pada nomor 29.11. huruf e nomor menyatakan, bahwa Pokja Pemilihan dilarang menggugurkan penawaran dengan alasan kesalahan yang tidak substansial karena itu adalah kesalahan-kesalahan yang tidak mempengaruhi hasil evaluasi,” jelasnya.

Kasus yang memuncak akibat persyaratan tidak substansial ini, menurut dia sangat berpotensi untuk masuk dalam persoalan hukum. Terlebih dari itu, juga besar kemungkinan mengarah pada pembohongan publik serta tindak pidana korupsi. 

“Mungkin PPK atau Pokja bisa menjabarkan, dokumen atau apa saja yang masuk dalam kategori substansial dan tidak substansial. Sebab seluruh persoalan ini berpuncak dari tambahan persyaratan yang dinilai berlebihan dan mengada-ada. Sehingga masyarakat kehilangan haknya atau tidak bisa mengikuti lelang. Akibatnya persoalan ini bisa masuk dalam persoalan hukum yaitu bisa ke pembohongan publik dan bisa ke korupsi,” paparnya.

Arifin melanjutkan, terjadinya kasus ini menjadi gambaran jelas dari tindakan tercela pejabat publik terhadap masyarakat yang jelas-jelas bertentangan dengan Undang-Undang.

Sedangkan ditampilkannya dokumen terkait proyek pembangunan Pasar Anom Blok Sayur Tahap I melalui sistem elektronik, dinilai sebagai penyampaian informasi yang tidak benar bahkan menyesatkan. Sehingga sangat memungkinkan peserta lelang mengalami kerugian.

“Dari sudut pandang korupsi telah terjadi kerugian negara. CV. Bayu Jaya Abadi selaku pemenang lelang Rp. 2.735.577.957 turun 2,4%. Kemudian Zaim Diwan Putra Rp. 2.424.412.589 turun 13,5%, sebagaimana pernah dikonfirmasi media digugurkan dengan alasan surat dukungan dari distributor besi baja tidak melampirkan surat penunjukan sebagai distributor dari produsen,” terangnya.

Persyaratan yang mewajibkan peserta lelang untuk melampirkan surat penunjukan distributor dari produsen ke distributor Besi Baja dianggap telah merugikan negara senilai Rp. 311 juta.