Soal KWH di Pulau Kangean Sumenep, Manajer PLN Pamekasan Angkat Bicara

Kantor PLN Pamekasan
Kantor PLN Pamekasan, Madura, Jawa Timur. (Istimewa)

Sumenep – Keluhan warga Kecamatan Kangayan, Pulau Kangean, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, terkait mahalnya harga pasang baru Kilo Watt Hour (kWh) Meter alias meteran listrik, kini mendapat respon dari Manajer Bagian Pemasaran PLN, Unit Pelaksana Pelayanan Pelanggan (UP3) Pamekasan, yang bertanggung jawab untuk melayani kebutuhan masyarakat terkait PLN di wilayah Madura.

Keresahan warga Kepulauan Kangean, yang merasa keberatan terhadap mahalnya biaya pasang kWh, sempat dicurahkan melalui surat terbuka untuk Presiden RI Joko Widodo.

Mengenai hal itu, Manajer Bagian Pemasaran PLN UP3 Pamekasan, Umar Arif mengungkapkan, bahwa sejak pandemi Covid-19 pihak PLN memiliki kebijakan baru, yaitu penyambungan kWh harus sesuai dengan investasi yang dikeluarkan.

“Kalau di pulau, karena PLN tidak cuma harus untung, tapi kita juga harus bersosial, sebagai tanggung jawab kita untuk mengalirkan listrik, maka diambil jalan tengah, yaitu kebijakannya minimal 1300 VA. Supaya bisa mengimbangi kondisi perusahaan. Kita sudah sosialisasi dan sepakati dulu di awal,” ungkap Umar, Rabu (04/08/2021).

Pertanyaan besar warga Kepulauan Kangean, tepatnya di Kecamatan Kangayan, yang selalu menyoal mahalnya harga pasang kWh, kini juga dibeberkan secara tuntas oleh Umar. Menurutnya, harga pasang kWh untuk daya 1300 VA adalah 1,2 juta lebih, dan harga ini dinyatakan sama se Indonesia.

“Jadi untuk pasang baru sebenarnya ada tiga komponen yang harus dibayar, pertama biaya penyambungan ke PLN, sama token perdana. Kedua, yaitu biaya SLO (sertifikat laik operasi), kalau yang ini bukan dari PLN, akan tetapi dari lembaga sertifikasi. Namun kalau untuk pembayarannya bisa menjadi satu di PLN, karena ada yang namanya pelayanan satu pintu. Ketiga, yaitu instalasi milik langganan (IML), untuk yang ini tergantung keinginan pelanggan, contohnya rumah biasa dengan rumah bertingkat itu beda kebutuhan kabelnya. Maka di situlah yang membedakan harganya,” paparnya.

Namun kata Umar, masyarakat masih banyak yang tidak paham akan sistematika teknis di lapangan. Berdasarkan penjelasan yang disampaikan olehnya, masyarakat seringkali memahami bahwa lembaga instalatir atau yang bertugas melakukan instalasi milik langganan (IML) dianggapnya sebagai petugas PLN, padahal antara pihak PLN dengan lembaga instalatir memiliki peran dan tanggung yang berbeda.

“Lembaga IML ini vendor, atau berdiri sendiri, itu bukan PLN. Semua orang yang memiliki sertifikasi untuk melakukan pekerjaan memasang instalasi, itu boleh. Jadi tidak diatur PLN, akan tetapi diatur pihak ESDM (energi dan sumber daya mineral) yang mengeluarkan sertifikat,” jelasnya.

Bahkan, Manajer Bagian Pemasaran PLN UP3 Pamekasan itu mengatakan, untuk pemasangan kWh meter di setiap rumah warga biasanya tidak dipasang oleh pihak PLN sendiri, melainkan juga melalui pihak instalatir yang dalam hal ini telah dikontrak oleh PLN.

“Pemasangan kWh itu juga vendor, kita dari PLN itu kontrak dengan mereka untuk pasang kWh. Jadi laporan yang kami terima, masyarakat itu menganggapnya semua biaya itu ke PLN, padahal yang mengaku-ngaku di situ adalah oknum yang bisa mengatur pemasangan,” tegas Umar.