Lebih dari setahun pandemi melanda negeri. Dalam kurun waktu tersebut, terjadi kelumpuhan di berbagai sektor, salah satunya adalah sektor pendidikan. Untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19, Kemendikbud (2020) mengeluarkan kebijakan tentang pelaksanaan pembelajaran yakni Belajar dari Rumah (BDR) bagi daerah yang berada pada zona oranye dan merah. Daerah yang berada pada zona kuning dapat diperbolehkan untuk melakukan pembelajaran tatap muka dengan pertimbangan risiko kesehatan yang tidak berbeda jauh dengan zona hijau.
Menurut pemerintah (2021) data sebaran di Indonesia per tanggal 26 Februari 2021 sebanyak 1.322.866 orang terpapar Covid-19. Semakin meningkatnya kasus Covid-19, beberapa wilayah di Indonesia diterapkan PPKM (Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat) ataupun PPKM mikro. Bahkan beberapa wilayah—salah satunya Kabupaten Bangkalan, menerapkan kebijakan dengan menghentikan secara universal kegiatan tatap muka di semua jenjang—SD, SMP dan SMA (Madurapers, 2021).
Di satu sisi kebijakan tersebut solutif untuk mengatasi permasalahan, namun di sisi lain memunculkan permasalahan baru. Kelangsungan belajar yang tidak dilakukan di sekolah berpotensi menimbulkan dampak negatif berkepanjangan—salah satunya terhadap penurunan capaian belajar. Studi menemukan bahwa pembelajaran di kelas menghasilkan pencapaian akademik yang lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran jarak jauh. Hal tersebut dapat dipicu oleh akses dan kualitas selama pembelajaran jarak jauh.