Sumenep – Guna menekan maraknya peredaran rokok ilegal, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep gelar razia di sejumlah warung dan toko wilayah pengawasan Pemkab setempat, Sabtu (27/11/21) kemaren.
Diketahui sebelumnya, Razia yang dilakukan Pemkab ini bersumber dari alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT), sebagaimana tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 206/PMK.07/2020 tentang Penggunaan, Pemantauan, dan Evaluasi DBHCHT.
Alokasi dana yang didapat sebesar Rp175 juta, yang akan digunakan di bidang penegakan hukum dengan beberapa kegiatan, diantaranya Kawasan Industri Hasil Tembakau (KIH), pengumpulan informasi, sosialisasi, dan pemberantasan rokok ilegal.
Dari keempat poin yang ada di bidang penegakan hukum, Pemkab setempat mendapatkan bagian kegiatan pemberantasan rokok ilegal.
Hasil dari razia tersebut, ada 18 Kecamatan untuk wilayah daratan di Sumenep yang telah dilakukan operasi pemberantasan rokok tanpa pita bea cukai itu.
Kepala Bagian (Kabag) Perekonomian Sekretariat Daerah Kabupaten (Setdakab) Sumenep, Ach. Laili Maulidy berharap, terkait kegiatan-kegiatan DBHCHT yang ada pada bidang penegakan hukum, mulai dari KIHT, pengumpulan informasi, sosialisasi, hingga pemberantasan rokok ilegal agar bisa memperkecil tingkat peredaran rokok ilegal di Kabupaten ujung timur Pulau Madura ini.
Dia juga menambahkan, kegiatan tersebut pada dasarnya untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat terkait dengan dampak rokok ilegal itu sendiri.
“Sebenarnya ini adalah harapan secara nasional, tidak hanya harapan di kami saja. Ya, tujuan utamanya tentu untuk mengurangi banyaknya rokok ilegal yang beredar. Karena adanya rokok ilegal ini banyak dampak yang akan ditimbulkan,” katanya.
Menurutnya, salah satu dampak sosial adanya rokok ilegal tersebut yakni bagi anak-anak di bawah umur. Dimana, anak-anak di bawah umur tersebut sangat mudah mengkonsumsi rokok ilegal yang harganya sangat terjangkau.
“Kita tahu bahwa rokok ilegal ini harganya sangat murah daripada harga rokok yang legal,” singkatnya.
Kedua, lanjut Halili, secara kesehatan juga belum bisa dipastikan aman, sebab belum dilakukan uji lab. Dia mengatakan, jika memang rokok yang jual oleh produsen legal, pastinya telah ada izin dari pihak kesehatan terkait.
“Kita bisa lihat dari sisi peralatan, kemudian tembakaunya itu pastinya di cek. Memang di rokok ilegal itu kadang-kadang tercantum pada kadar nikotin dan tar-nya. Namun, itu bukan hasil lab, jadi mereka asal saja cantik saja. Jadi kita tidak tahu kebenaran kadar nikotin dan tar-nya itu, nah itu dari sisi kesehatan bahayanya,” urainya.
Ketiga, rokok ilegal secara langsung akan menggangu perekonomian daerah. Laili menjelaskan, semakin marak beredarnya rokok ilegal maka secara otomatis rokok legal akan tertutup pasarnya.
“Misalnya disuatu desa masyarakatnya semua mengkonsumsi rokok ilegal. Secara otomatis pemasaran rokok legal tidak bisa masuk ke desa tersebut. Otomatis pendapatan dari bea cukai itu tidak ada,” ujar Laili.
Jika sudah tidak ada masyarakat yang membeli rokok yang memiliki pita bea cukai, secara otomatis pendapatan Negara dari sisi cukai tersebut juga akan berkurang.
Anda harus log masuk untuk menerbitkan komentar.