Site icon Madurapers

Uang Pemda di Bank Jangan Disimpan Karena Itu Uang Kas

Agus Fatoni, Plh. Dirjen Bina Keuda Kemendagri, di Rapat Koordinasi Pengelolaan Keuangan Daerah se-Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2022 di Kupang, Rabu, 16 Februari 2022 (Sumber: Kemendagri, 2022).

Kupang – Kementerian Dalam Negari (Kemendagri) bahwa uang daerah di bank merupakan sebagai uang kas bukan untuk disimpan, Kamis (17/2/2022).

Agus Fatoni, Pelaksana Harian (Plh.) Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Keuangan Daerah (Keuda) Kemendagri menyoroti permasalahan dana pemerintah daerah (Pemda) yang tersimpan di bank dan menumpuk hingga akhir tahun.

Dana Pemda, Fatoni menerangkan, yang ditempatkan di bank bukan semata-mata untuk mendapatkan keuntungan.

Dana milik Pemda yang ada di bank tersebut adalah uang kas yang penempatannya pada rekening Kas Umum Daerah dan ditempatkan pada BPD atau Bank Persepsi.

“Jadi bukan uang Pemda yang diambil dan kemudian disimpan di bank untuk dapat keuntungan,” tegasnya.

Pemaparan ini disampaikan Fatoni secara daring saat menyampaikan materi pada Rapat Koordinasi Pengelolaan Keuangan Daerah se-Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) Tahun 2022 di Kupang, pada Rabu, 16 Februari 2022.

Rapat koordinasi itu dilaksanakan secara daring dan luring. Hadir di acara tersebut bupati dan walikota se-Provinsi NTT.

Selain itu juga hadir Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) provinsi dan kabupaten/kota, Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Provinsi NTT, Kepala Bidang Anggaran, Kepala Bidang Akuntasi pada BPKAD Provinsi dan Kabupaten/Kota.

Penempatan uang kas pada bank umum, kata Fatoni, tidak boleh mengganggu likuiditas daerah.

“Dana tersebut tidak boleh mengganggu likuiditas. Sewaktu-waktu dapat dicairkan untuk kebutuhan pengeluaran daerah, antara lain untuk pembiayaan pembangunan, pengeluaran rutin, biaya pelayanan dan keperluan lainnya,” tegas Fatoni.

Dalam kesempatan itu, Fatoni juga menyampaikan bahwa Rapat Koordinasi Pengelolaan Keuangan Daerah sangat penting dan perlu dilakukan secara periodik. Paling tidak dilakukan selama 3 kali dalam satu tahun.

“Rapat koordinasi semacam ini harus dimanfaatkan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk duduk bersama mencari solusi atas sejumlah permasalahan yang ada, melakukan sosialisasi peraturan perundang-undangan dan untuk meningkatkan kapasitas aparatur Pemerintah Daerah,” pungkasnya.

Exit mobile version