Site icon Madurapers

Cinta, Nihilisme: Kepasrahan dan Egoisme

Cinta yang sejati adalah cinta yang setia pada kodratnya. Laki-laki harus menjaga egoismenya dalam batas tertentu, sedangkan perempuan harus tetap pasrah dalam batas yang tidak menghancurkannya

Cinta yang sejati adalah cinta yang setia pada kodratnya. Laki-laki harus menjaga egoismenya dalam batas tertentu, sedangkan perempuan harus tetap pasrah dalam batas yang tidak menghancurkannya (Dok. Madurapers, 2025).

Bangkalan – Cinta, dalam perspektif nihilisme, selalu menjadi medan tarik-menarik antara pengorbanan dan dominasi. Perempuan memandang cinta sebagai bentuk kesetiaan dan pengabdian. Laki-laki menjadikan cinta sebagai alat untuk memuaskan egoisme dan keserakahan.

Perempuan yang mencintai dengan tulus menyerahkan dirinya secara total. Kesetiaannya menjadi simbol keberadaannya sebagai perempuan. Laki-laki yang mencintai tanpa batas justru kehilangan dirinya sebagai laki-laki.

Maskulinitas menuntut jarak dan dominasi dalam cinta. Ketika laki-laki larut dalam kesetiaan tanpa ego, ia kehilangan sifat dasarnya. Sebaliknya, jika ia mencintai dengan egoisme, ia jatuh dalam penindasan.

Penindasan dalam cinta bukan sekadar tindakan fisik. Egoisme laki-laki menjadikan cinta sebagai perpanjangan kekuasaannya. Perempuan yang pasrah dalam cinta menerima eksploitasi sebagai bagian dari kodratnya.

Eksploitasi dalam cinta bukanlah kebetulan. Cinta bagi perempuan terikat pada struktur pengorbanan yang melekat dalam esensi kewanitaannya. Ketika perempuan mencintai tanpa kepasrahan, ia merusak esensi dirinya.

Kapasitas perempuan untuk berkorban tidak lahir dari ketidakberdayaan. Pengorbanan adalah bagian dari makna eksistensialnya. Jika ia mengingkari kepasrahan, ia melawan kodratnya sendiri.

Laki-laki mencintai dengan ketakutan akan kehilangan diri. Ia menolak menyerahkan dirinya kepada cinta. Jika ia tunduk, ia menjadi lemah; jika ia mendominasi, ia menjadi tiran.

Perempuan mencintai dengan ketakutan akan kehilangan makna. Ia menolak cinta yang tidak mengharuskannya untuk setia. Jika ia berkhianat, ia kehilangan identitasnya; jika ia pasrah, ia menyerahkan dirinya kepada nasib.

Nihilisme hadir ketika cinta kehilangan makna. Laki-laki yang kehilangan egoisme dalam cinta menjadi nihil. Perempuan yang kehilangan kepasrahan dalam cinta juga jatuh dalam kehampaan.

Kepasrahan dan egoisme membentuk dua kutub cinta. Keduanya menciptakan harmoni sekaligus konflik dalam relasi asmara. Ketika salah satu hilang, cinta kehilangan bentuknya.

Laki-laki dan perempuan tidak bisa mencintai dengan cara yang sama. Natur mereka menentukan bagaimana cinta harus dijalani. Pergulatan antara egoisme dan kepasrahan menjadi drama yang tak berkesudahan.

Cinta yang sejati adalah cinta yang setia pada kodratnya. Laki-laki harus menjaga egoismenya dalam batas tertentu. Perempuan harus tetap pasrah dalam batas yang tidak menghancurkannya.

Tanpa kesetiaan perempuan dan tanpa egoisme laki-laki, cinta menjadi kosong. Nihilisme menghapus batas antara pengorbanan dan dominasi. Dalam kehampaan itu, cinta kehilangan makna sejatinya.

Exit mobile version