Jakarta – Teras Kebhinekaan bersama PIEC Universitas Paramadina menggelar diskusi Tadarus Pemikiran Islam: Menghidupkan Pemikiran Islam Transformatif, Kamis (13/03/2025). Diskusi ini membahas pemikiran Moeslim Abdurrahman dalam konteks Islam transformatif di Ruang Prof. Firmansyah, Universitas Paramadina.
Dua narasumber utama hadir dalam diskusi ini, yaitu Pradana Boy ZTF dari UMM Malang dan Joko Arizal dari Universitas Paramadina. Pradana Boy membahas relevansi Islam transformatif bagi Muslim masa kini, sedangkan Joko Arizal mengkaji pemikiran Moeslim Abdurrahman dalam kritik terhadap budaya konsumerisme.
Diskusi ini menyoroti bagaimana Islam transformatif dapat menjadi solusi atas ketimpangan sosial dan kemiskinan struktural. Narasumber juga mengkritik fenomena keagamaan yang sering kali terpisah dari persoalan sosial yang lebih luas.
Tidak kurang dari 60 peserta menghadiri acara ini, termasuk mahasiswa, akademisi, aktivis, dan masyarakat umum. Mereka antusias mendalami gagasan Islam transformatif sebagai upaya menjawab tantangan sosial kontemporer.
Sebelumnya, pada 6 Maret 2025, sesi pertama diskusi telah membahas pemikiran Islam transformatif dari Kuntowijoyo. Diskusi ini dibuka oleh Rektor Universitas Paramadina, Prof. Dr. Didik J. Rachbini, yang menekankan pentingnya gagasan transformatif dalam kehidupan sosial.
“Kita dapat memformulasikan sebuah paradigma baru yang tidak hanya mengedepankan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memihak kaum terpinggirkan, membumikan keadilan sosial, penguatan identitas, dan harmoni sosial,” ujar Didik J. Rachbini.
Ketua PIEC Universitas Paramadina, Pipip Rifai Hasan, menambahkan bahwa pemikiran yang dikaji dalam diskusi ini bisa menjadi inspirasi bagi akademisi, pembuat kebijakan, dan aktivis. Menurutnya, kajian ini bukan sekadar wacana akademis tetapi juga pijakan untuk aksi nyata.
Direktur Eksekutif Teras Kebhinekaan, Moh. Shofan, menilai pemikiran ketiga tokoh yang dibahas dalam serial diskusi ini sangat relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia. “Mereka merupakan avant-garde Islam transformatif yang telah meletakkan dasar dalam rangka memahami dan mengatasi berbagai tantangan yang dihadapi oleh masyarakat, terutama dalam aspek sosial, ekonomi, dan agama,” ujarnya.
Menurut Fuad Fanani dan Aan Rukmana, tiga tokoh yang menjadi objek kajian dalam diskusi ini adalah intelektual organik yang menawarkan visi baru bagi Islam. Mereka menilai bahwa pemikiran Islam transformatif mampu menjembatani Islam dengan realitas sosial dan ekonomi modern.
Diskusi ini akan berlanjut dengan sesi ketiga pada 20 Maret 2025 yang akan membahas pemikiran M. Dawam Rahardjo. Narasumber dalam sesi terakhir ini adalah Budhy Munawar-Rachman dan Pipip Rifai Hasan.
Tujuan diskusi ini agar konsep Islam transformatif semakin dikenal dan diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat. Dengan begitu, diharapkan Islam transformatif dapat mendorong perubahan sosial yang lebih inklusif dan berkeadilan.