Yogyakarta – Usulan agar perguruan tinggi mengelola tambang yang muncul dalam Rapat Pleno Penyusunan RUU Minerba menuai pro dan kontra. Salah satu penolakan datang dari akademisi Universitas Gadjah Mada (UGM), yang menilai bahwa kampus seharusnya fokus pada pendidikan dan penelitian, bukan bisnis pertambangan.
Lucas Donny Setijadji, Dosen Departemen Teknik Geologi UGM, menyatakan bahwa pemberian izin usaha pertambangan bagi perguruan tinggi mengejutkannya. “Saya pribadi sebetulnya menolak atau tidak setuju dengan keinginan pemerintah dan DPR agar perguruan tinggi memiliki hak untuk mendapatkan pengelolaan pertambangan,” ucap Donny, mengutip dari sumber resmi UGM, Kamis (30/01/2025).
Menurutnya, perguruan tinggi berperan dalam mencetak sumber daya manusia berkualitas, bukan beroperasi seperti perusahaan tambang. Ia menekankan bahwa kampus harus berhati-hati dalam memposisikan diri agar tetap berpegang pada prinsip akademik.
Namun, Donny juga menyoroti bahwa jika kebijakan ini tetap berjalan, universitas perlu menyesuaikan diri dengan perubahan tersebut. “Beberapa hal perlu ditindaklanjuti oleh masing-masing perguruan tinggi yang ditunjuk adalah menggunakan kesempatan ini untuk berpartisipasi lebih aktif dalam konteks membantu, merealisasikan, atau mencoba mendukung agenda pemerintah seperti program hilirisasi,” jelasnya.
Hilirisasi tambang menjadi aspek yang menurut Donny perlu diperhatikan secara serius. Sebagai ahli eksplorasi sumber daya mineral, ia menilai bahwa Indonesia harus mulai mencari mineral baru untuk mendukung program hilirisasi.
“Sayangnya, logam-logam ini belum ditemukan di Indonesia,” ungkap Donny, merujuk pada mineral seperti litium, logam tanah jarang, dan grafit yang sangat dibutuhkan dalam industri teknologi. Hal ini menjadi tantangan besar bagi dunia riset di Tanah Air.
Selain itu, Donny menilai bahwa riset dan inovasi di bidang pertambangan perlu mendapatkan dukungan hukum yang jelas. “Dengan adanya payung hukum ini, universitas juga memiliki hak kekayaan intelektual atas penemuan yang didapatkan nantinya,” tegasnya.
Ia juga menyoroti pentingnya pendanaan yang memadai untuk riset eksplorasi mineral di perguruan tinggi. Menurutnya, kolaborasi dengan pemerintah dan investor asing bisa menjadi solusi dalam mengembangkan penelitian sumber daya alam di Indonesia.
Meskipun usulan kampus mengelola tambang masih dalam tahap pembahasan, polemik ini telah memunculkan berbagai pandangan dari akademisi dan praktisi industri. Sebagian mendukung demi meningkatkan peran kampus dalam industri, sementara yang lain khawatir akan menggeser fungsi utama perguruan tinggi.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, keputusan akhir mengenai RUU Minerba ini akan menjadi momen krusial bagi dunia akademik dan industri pertambangan. Apakah kampus akan tetap menjadi pusat keilmuan, atau mulai memasuki ranah bisnis pertambangan?