Bangkalan – Himpunan Mahasiswa Pascasajana Bangkalan (HMPB) menilai Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 2 Tahun 2022 tentang Tatacara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) tak manusiawi dan menciderai kehidupan Pekerja, Selasa (22/2/2022).
Menurut Ahmad Mudabir, Koordinator Advokasi Himpunan Mahasiswa Pascasarjana Bangkalan (HMPB) harusnya Pemerintah fokus pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mana dalam Putusan MK yang lalu Pemerintah diwajibkan untuk memperbaiki UU Cipta Kerja dengan batas waktu 2 (dua) tahun.
“Pemerintah harus fokus memperbaiki UU tersebut sebagaimana Putusan MK, bukan diperintah mengubah peraturan yang mengurangi hak Pekerja untuk mengambil JHT sebelum masa pensiun, karena mengundurkan diri atau terkena pemutusan hubungan kerja (PHK),” ungkapnya.
Ia menilai peraturan tersebut bisa saja di berlakukan asal sifatnya pilihan. Pekerja yang berhenti karena di PHK mendapat JKP dan diperbolehkan juga untuk mengambil JHT-nya.
Logika sederhananya begini, orang yang usia 25 tahun baru lulus kuliah saja sulitnya minta ampun untuk mendapatkan pekerjaan, apalagi orang yang di PHK di usia 40-an.
“Coba dicek sama Ibu Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah, orang yang menganggur itu rata-rata di usia produktif apa bukan? Atau lihat driver ojol yang ada di jalanan? Karena itu sebagai bukti jika buruh/Pekerja yang berhenti karena PHK sangat sulit untuk mendapat pekerjaan lagi, “ujarnya.
Lebih lanjut menurutnya, “Sudah cari kerja sulit, ngambil haknya juga dipersulit. Apa seperti ini yang dikatakan Pemerintah hadir ditengah-tengah masyarakat.”
Selain itu, Jabir sapaan akrabnya menjelaskan bahwa Permenaker 2/2022 ini menabrak aturan yang sudah ada PP 60/2015 yang sampai saat ini belum dicabut.
“PP 60/2015 ini kemudian terbit Permenaker 19/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat JHT. lah Ini PP 60/2015 belum dicabut, lalu ada Permenaker 2/2022, yang secara jelas menabrak PP tersebut. Secara hirarki saja sudah tidak boleh,” tandas Jabir.
Kita ketahui bersama baru-baru ini Menteri Ketenagakerjaan (Menaker), Ida Fauziyah mengeluarkan aturan baru terkait JHT melalui Permenaker 2/2022.
Dalam Permenaker itu JHT baru bisa dicairkan saat Pekerja atau Buruh telah berusia 56 tahun.
Dalam Permenaker tersebut menjelaskan manfaat JHT dibayarkan kepada peserta jika mencapai usia pensiun, mengalami cacat total tetap, dan meninggal dunia.
Sinergi dengan Supriadi, sekretaris Umum HMPB, pihaknya menilai Permenaker tersebut tak logis dan manusiawi.
Logika mana yang menerima JHT Pekerja bisa dicairkan di saat usia 56 tahun. Hal ini Pekerja berhenti bekerja, baik karena alasan mengundurkan diri maupun diberhentikan, bisa kapan saja terjadi.
Kalau ini terjadi di usia 40 tahun, berarti harus menunggu 16 tahun. “Lama sekali nunggunya,” tandasnya.
Sungguh tak logis ketentuan JHN-nya. Apalagi di masa pandemi COVID-19 ini uang JHT itu sangat dibutuhkan Pekerja yang sudah tidak berkerja.
“Manusiawilah bikin ketentuan pada Pekerja. Jangan asal bikin. Ingat para Pekerja saat ini lagi susah, jangan diperparah lagi dengan aturan yang aneh-aneh,” ujarnya.
“Sudah gak bisa bantu kesejahteraan Pekerja, janganlah membuat susah para Pekerja,” pinta Supri, dengan raut wajah yang kesal.
“Ingat jabatanmu yang sekarang karena juga dukungan mereka dan uang gajimu tiap bulan juga diantaranya dari mereka juga. Jadi, jangan buat susah mereka,” pungkas pria asal Bangkalan itu.