Jakarta – Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, menyatakan keyakinannya bahwa ketiga kandidat calon presiden dan calon wakil presiden (capres-cawapres) terpilih nantinya akan memprioritaskan kebijakan dalam sektor pangan dan energi hijau, Minggu (28/1/2024).
Hal ini ia disampaikan mengingat menurunnya investasi pada kedua sektor tersebut dianggap lebih menjanjikan hasil yang baik, sebagaimana dikutip dari Parlementaria di Jakarta, Sabtu (27/1/2024).
Said Abdullah berpendapat bahwa investasi pada sektor pangan dan energi hijau memiliki prospek yang positif. Dukungan penuh dari kebijakan, seperti insentif perpajakan, bea masuk, dan kemudahan perizinan, diharapkan dapat memacu pertumbuhan ekonomi di sektor ini.
“Saya kira investasi pada sektor pangan dan energi hijau menjanjikan imbal hasil yang baik. Apalagi kedua sektor itu didukung penuh oleh kebijakan, seperti insentif perpajakan, bea masuk, dan kemudahan lainnya seperti perizinan,” ungkap Said Abdullah.
Namun, Said Abdullah juga menyoroti sektor lain di luar pangan dan energi hijau. Menurutnya, kinerja investasi pada sektor tersebut diprediksi akan melambat tahun ini.
Hal ini disebabkan oleh ketidakpastian yang muncul akibat pemilu, di mana investor diperkirakan akan menunggu hasil dan konsolidasi kekuasaan pemerintahan dan DPR.
“Saya perkirakan, investor akan menunggu, setidaknya setahun setelah pilpres, artinya baru tahun 2025 mereka melihat perkembangan konsolidasi kekuasaan di pemerintahan dan DPR,” ujarnya.
Meskipun pemerintah menetapkan target investasi pada tahun 2024 sebesar Rp1.617 triliun, yang lebih tinggi dari tahun sebelumnya, Said Abdullah menganggap pencapaian target tersebut tidak mudah. Terlebih lagi, kondisi politik dalam negeri dan global turut memengaruhi arus modal ke Indonesia.
Said Abdullah mencatat bahwa ketegangan global di Timur Tengah, konflik Rusia-Ukraina yang belum mereda, dan perseteruan antara Tiongkok dan Amerika Serikat di Asia Timur dapat menjadi hambatan bagi masuknya investasi asing ke Indonesia. Investor global, menurutnya, cenderung memilih negara-negara dengan kondisi ekonomi yang lebih stabil.
“Dalam situasi ini, saya rasa wajar jika Bank Dunia membuat proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia lebih rendah dari target APBN 2024,” tambah Said Abdullah. Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 4,9 persen, sedangkan asumsi makro di APBN 2024 menetapkan 5,2 persen.
Kesimpulannya, Said Abdullah mengakui bahwa mencapai target investasi di tahun politik ini menjadi sebuah tantangan berat. Faktor-faktor seperti ketidakpastian politik dan kondisi global yang tidak menentu dapat mempengaruhi kinerja ekonomi Indonesia.
Oleh karena itu, fokus pada sektor pangan dan energi hijau diharapkan dapat menjadi langkah strategis untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.