Bangkalan – Kebijakan pemerintah kota Surabaya, melakukan screening di pintu keluar jembatan Suramadu dinilai ada diskriminasi terhadap warga Madura.
Pasalnya, awal awal screening atau penyekatan di akses jalan Suramadu tersebut hanya dikhususkan bagi warga Madura, kalau kendaraan liter M harus berhenti dan liter L tanpa screening.
“Kebijakan Eri Cahyadi ini sangat melukai warga Madura. Karena ada rasisme yang ditunjukan kepada warga Madura”. Ungkap Ahmad Annur, salah satu aktifis Bangkalan.
Selain itu, Ahmad juga menuturkan, adanya penyekatan di Suramadu itu malah menimbulkan kerumunan dan sangat berpotensi adanya cluster baru penyebaran covid 19.
“Ini pak wali kota ingin menekan peredaran covid 19 di Surabya, tetapi malah menciptakan kerumunan yang luar biasa tanpa terkendali”. Tuturnya.
Seharusnya, Pemkot Surabaya kalau memang mau menekan peredaran covid 19, harus melakukan penyekatan juga di semua akses masuk Surabaya, termasuk arah Sidoarjo dan Gersik.
“Logika kebijakan Pemkot Surabaya ini terbalik. Kenapa kemudian hanya yang dari Madura, bukannya akses jalan dari gersik dan Sidoarjo serta pintu keluar tol Surabaya lebih bahaya?”. Cetusnya kepada madurapers.com.
Kebijakan Eri terkait penyekatan ini juga dinilai terlalu gegabah, tidak kemudian mendahulukan kordinasi dengan pimpinan yang ada di Madura. Tidak memperhatikan semua aspek, termasuk kesiapan kepala daerah sekitar dan juga aspek ekonomi daerah sekitar.
“Surabaya ini kan episentrum daerah sekitarnya, termasuk Madura, Sidoarjo, gersik dan wilayah lainnya. Kebijakannya seharusnya ya bersama yang dipimpin gubernur, biar tidak terkesan egois dan seenaknya sendiri. Etika komunikasi politiknya masih kurang, mentang-mentang didukung anggaran yang cukup banyak lalu kebijakannya tidak memperhatikan daerah sekitar”. Imbuhnya.
Ahmad menambahkan, kalau memang di daerah Madura ada cluster baru penyebaran covid 19, dan takut menyebar di Surabaya, seharusnya dia membangun komunikasi dulu dengan kepala daerah lainnya, lalu atur kebijakan bersama dan disampaikan kepada Gubernur. Jadi bisa wilayah yang dianggap sudah banyak terpapar covid 19 dengan cluster baru ini agar segera diterapkan PPKM skala mikro, bisa lingkup desa atau kecamatan, tidak kemudian semua warga Madura yang melintas disekat dan tiap hari harus diswab antigen.
“Belum tentu petugas lapangan itu dilakukan hal yang sama dengan orang yang mau melintas Suramadu ya. Tiap hari warga Madura yang mau ke Surabaya selalu di tes swab, bahkan ada yang sampai berdarah hidungnya. Terus apakah mungkin semua petugas diswab terus tiap hari ketika mau bertugas, karena yang sering kontak fisik?”. Tuturnya.