Site icon Madurapers

Ketidakpastian Kerja Meningkat, Ketua BAM DPR RI Desak Evaluasi UU Cipta Kerja

Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Netty Prasetiyani, saat bertukar cenderamata usai kunjungan kerja di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (20/2/2025)

Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Netty Prasetiyani, saat bertukar cenderamata usai kunjungan kerja di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (20/2/2025) (Sumber Foto: Aaron/vel, via Parlementeria, 2025).

Bekasi – Ketua Badan Aspirasi Masyarakat (BAM) DPR RI, Netty Prasetiyani, menyoroti masalah ketenagakerjaan saat menyerap aspirasi serikat pekerja di Cikarang, Jumat (21/02/2025).

Netty menerima banyak keluhan terkait Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker), terutama soal ketidakpastian kerja dan lemahnya penegakan hukum bagi pekerja.

“BAM DPR RI mengapresiasi keterbukaan serta animo para pekerja yang tergabung dalam berbagai serikat pekerja dalam menyampaikan masukan dan keluhan mereka terkait regulasi yang selama ini berdampak pada kehidupan mereka,” ujar Netty seusai kunjungan kerja di Kabupaten Bekasi, kutip Parlementeria, Kamis (20/02/2025).

Buruh mengungkapkan kekhawatiran terkait semakin banyaknya alasan pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam regulasi terbaru.

“Pintu PHK semakin banyak, dari 14-15 menjadi lebih dari 20 alasan. Ini tentu semakin memudahkan pekerja mengalami ketidakpastian dalam bekerja,” ujarnya.

Selain PHK, pekerja juga mengeluhkan ketidakpastian status kepegawaian akibat sistem outsourcing, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT), dan alih daya.

Netty menjelaskan bahwa ketidakpastian ini berdampak pada hak-hak pekerja, termasuk akses terhadap Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek).

Sebagai solusi, Netty mendorong DPR RI dan pemerintah untuk berani merevisi UU Ciptaker sesuai amanah Mahkamah Konstitusi.

“Mudah-mudahan catatan ini menjadi modal bagi kami untuk mendorong Pimpinan DPR RI dalam mendistribusikan apa yang harus dilakukan oleh alat kelengkapan dewan (AKD) terkait,” jelas politisi Fraksi PKS tersebut.

Netty juga menyampaikan harapan buruh agar regulasi baru mengedepankan aspek perlindungan dengan memasukkan istilah Undang-Undang Perlindungan Kerja sebagai judulnya.

Buruh turut menyoroti ketimpangan dalam penetapan upah minimum yang dinilai tidak sepenuhnya menguntungkan pekerja.

“Mereka mencermati bahwa upah minimum masih terjadi ketimpangan di sana-sini, karena ternyata ada kewenangan yang melampaui batas dari beberapa pejabat di daerah,” ujarnya.

Netty menekankan pentingnya penegakan hukum yang kuat dalam regulasi ketenagakerjaan agar pengusaha tidak mudah melanggar hak-hak pekerja.

“Selama ini undang-undang terkait pekerja cukup banyak, tetapi penegakan hukumnya lemah. Sanksi bagi pengusaha atau pemberi kerja yang tidak menunaikan hak pekerja hampir tidak terlihat,” tutupnya.

Exit mobile version