Site icon Madurapers

Kisah Tragis Warga Miskin di Sampang: Gagal Nikmati UHC, Meninggal Usai Bayar Sendiri Biaya RS

Ilustrasi keluarga warga miskin di Sampang yang tidak dapat layanan kesehatan hingga berujung meninggal

Ilustrasi keluarga warga miskin di Sampang yang tidak dapat layanan kesehatan hingga berujung meninggal (Sumber Foto: Anaf/Madurapers, 2025).

Sampang – Di tengah gencarnya promosi program Universal Health Coverage (UHC) oleh Bupati Sampang, Slamet Junaidi, sebuah kisah memilukan mencuat dari pelosok Kecamatan Sokobanah, Kabupaten Sampang, Rabu (04/06/2025).

Seorang warga miskin bernama Mohammad Dahri, asal Desa Tobai Barat, Kecamatan Sokobanah, Kabupaten Sampang, harus meregang nyawa setelah tidak mendapatkan perlindungan kesehatan tepat waktu.

Pada Selasa (03/06/2025) malam, Mohammat Dahri, warga miskin tersebut, datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSD Ketapang sekitar pukul 20.00 WIB dalam kondisi darurat.

Sayangnya, karena layanan verifikasi BPJS hanya buka hingga pukul 16.00 WIB, pihak rumah sakit tidak bisa memproses pengajuan UHC milik Dahri. Akibatnya, keluarga harus menanggung sendiri biaya pengobatan sebesar Rp1.622.694.

Lebih tragis, Dahri kemudian dirujuk ke RSUD dr. Mohammad Zyn Sampang, tempat dimana pengajuan UHC-nya baru disetujui keesokan harinya.

Namun takdir berkata lain, ia meninggal dunia sebelum sempat benar-benar merasakan manfaat layanan kesehatan gratis tersebut.

Relawan: Ini Bukti Gagalnya Sistem UHC di Sampang

Rofi, Relawan Kesehatan Indonesia DPC Sampang, menilai kasus ini sebagai bukti nyata gagalnya sistem UHC yang selama ini digembar-gemborkan Pemkab Sampang.

“Ini bentuk kegagalan sistem. Pemerintah harus memastikan UHC benar-benar berpihak pada rakyat kecil, terutama saat kondisi darurat. Apa gunanya program kalau rakyat miskin tetap harus bayar saat nyawa sudah di ujung tanduk? Kapan darurat itu datang sesuai jam kerja?” Tegas Rofi, Rabu (04/06/2025).

Rofi juga menyebut program UHC di Sampang hanya bagus di atas kertas, tapi lemah dalam implementasi di lapangan.

Ia mendesak adanya evaluasi total terhadap sistem koordinasi antarinstansi, termasuk pelayanan rumah sakit dan BPJS.

Keluarga Harap Biaya Dikembalikan

Syamsul, kerabat almarhum, mengaku kecewa dan berharap rumah sakit dapat mengembalikan biaya pengobatan yang telah dibayarkan.

Menurutnya, keluarga almarhum hidup dalam keterbatasan ekonomi. “Kalau bisa dikembalikan biaya yang di RSD Ketapang. Soalnya Mohammat Dahri ini orang tidak mampu, siapa tahu bisa buat tambahan biaya tahlilan,” ujarnya lirih.

RS Akui Tidak Bisa Proses Karena Jam Operasional BPJS

Menanggapi hal ini, Humas RSD Ketapang, dr. Syafril Alfian Akbar, menjelaskan bahwa rumah sakit tidak memiliki kewenangan memproses UHC di luar jam operasional BPJS.

“Pasien datang jam 20.00, sementara layanan BPJS tutup jam 16.00,” jelas dr. Syafril.

Namun, pernyataan tersebut langsung dikritik oleh Rofi. Ia menyebut alasan tersebut mencerminkan lemahnya koordinasi dan minimnya kepekaan terhadap situasi darurat.

“Masyarakat tidak peduli jam kerja BPJS. Mereka butuh jaminan saat darurat. Ini bukan soal administrasi, ini soal nyawa warga miskin,” tandas Rofi.

Tamparan Bagi Pemkab Sampang

Kasus meninggalnya Mohammat Dahri menjadi tamparan keras bagi Pemerintah Kabupaten Sampang. Program UHC yang seharusnya menjadi jaring pengaman kesehatan bagi warga kurang mampu, justru tidak hadir di saat paling dibutuhkan.

Pemerhati kebijakan publik menilai, Pemkab Sampang perlu segera melakukan perbaikan sistem layanan kesehatan darurat dan memperluas jam operasional verifikasi UHC, terutama bagi pasien gawat darurat.

Exit mobile version