Bangkalan – Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bangkalan Tahun Anggaran (TA) 2024 memantik tanda tanya publik. Pasalnya, dokumen resmi ini justru mengacu pada beberapa regulasi yang tidak relevan dengan tahun anggaran yang dilaporkan.
Menurut dokumen tersebut, LKPJ Pemkab Bangkalan TA 2024 disusun berdasarkan RPD 2024–2026, RKPD 2024, KUA-PPAS, serta Perda APBD Tahun 2024. Namun, diantara isi rujukan hukum dalam dokumen malah menyebut regulasi dari tahun-tahun sebelumnya secara tidak konsisten.
Musawwir, anggota Badan Anggaran DPRD Bangkalan, menyoroti kekacauan ini dengan nada tajam. Ia mengatakan, “LKPJ 2024 ini seperti mesin waktu yang gagal membedakan antara laporan tahun 2024 dan catatan masa lampau (tahun 2021 dan 2022, red.).”
Dalam lampiran LKPJ tersebut, tercantum Perda APBD Tahun 2022 sebagai dasar hukum LKPJ 2024. Bahkan, dokumen itu menyisipkan Peraturan Bupati tentang RKPD 2021 sebagai acuan pelaporan kinerja tahun 2024.
Kata Musawwir, “Ini jelas kekeliruan fatal. Bagaimana mungkin evaluasi 2024 memakai dasar regulasi dari 2021 dan 2022?” Kritiknya itu membuka tabir soal lemahnya akurasi administratif dalam pemerintahan daerah, Rabu (16/04/2025).
Dari sini tampak bahwa LKPJ 2024 tidak menyajikan laporan pembangunan tahun berjalan secara valid. Justru, ia menggeser fokus ke pelaksanaan program dan anggaran yang sudah lama lewat.
Musawwir menyatakan, “Jika dibiarkan, laporan seperti ini hanya akan menjadi formalitas tanpa ruh akuntabilitas.” Ia mendesak agar pemerintah daerah memperbaiki substansi dan legalitas LKPJ agar sesuai dengan tata kelola pemerintahan yang sehat.
Secara logika, rujukan hukum LKPJ harus sejajar dengan tahun anggaran yang sedang dilaporkan. Namun Pemkab Bangkalan justru mencantumkan regulasi yang bahkan tidak berhubungan dengan tahun 2024.
“Saya menduga ini bukan sekadar salah ketik, melainkan indikasi ketidaksiapan birokrasi dalam menyusun dokumen penting,” tegas Musawwir. Ia juga menyoroti lemahnya pengawasan internal dalam perumusan laporan tahunan tersebut.
Padahal, LKPJ adalah dokumen strategis untuk menilai capaian pembangunan, kinerja layanan publik, serta tata kelola anggaran daerah. Bila dasar hukumnya keliru, maka seluruh isi laporan menjadi kabur dan tak berdasar.
Kekeliruan ini juga bisa berdampak hukum karena menciptakan laporan pertanggungjawaban atas kebijakan yang tidak sesuai waktu pelaksanaannya. Hal ini dapat melemahkan kontrol DPRD terhadap eksekutif dan menyulitkan proses evaluasi.
“Kami akan mengusulkan pembentukan tim di internal Pemerintah Kabupaten Bangkalan untuk menelusuri kekeliruan ini dan mencegah terulangnya kembali di masa mendatang,” ujar Musawwir. Langkah ini dinilai penting demi menjaga integritas sistem pelaporan daerah.
Pemerintah Kabupaten Bangkalan mesti segera mengklarifikasi kekeliruan tersebut. Jika tidak, maka laporan ini hanya akan menjadi simbol formalitas tanpa makna substantif.