Site icon Madurapers

Maraknya Kasus Seksual di Kampus, PB PMII Minta Polri Serius Menangani

Ketua Bidang Jaringan Perguruan Tinggi dan Profesi Akademik PB PMII, Burhan Robith Dinaka, saat menyampaikan sambutannya di acara Public Discusion

Ketua Bidang Jaringan Perguruan Tinggi dan Profesi Akademik PB PMII, Burhan Robith Dinaka, saat menyampaikan sambutannya di acara Public Discusion (Sumber Foto: Istimewa).

Jakarta – Dalam rangka peringatan International Women’s Day (IWD) 2025 yang diperingati tiap tanggal 08 Maret, Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) menggelar agenda diskusi publik yang bertajuk ‘Penguatan Peran Satgas PPKS; Menciptakan Ruang Aman di Perguruan Tinggi’.

Kegiatan yang diselenggarakan di selasar sekretariat PB PMII tersebut, dihadiri secara langsung oleh Komisioner Komnas Perempuan, Alimatul Qibtiyah dan Ketua Satuan Tugas PPKS Universitas Negeri Jakarta, Ikhlasiah Dalimoenthe.

Diskusi ini mulanya difokuskan untuk menyoroti urgensi penguatan Satuan Tugas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Satgas PPKS) di lingkungan perguruan tinggi, serta peran penting aparat penegak hukum, khususnya Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melalui Direktorat Perlindungan Perempuan dan Anak dan Pidana Perdagangan Orang (Dir PPA dan PPO) yang baru saja terbentuk, dalam menangani kasus kekerasan seksual.

Kendati demikian, tidak ada perwakilan satu pun dari pihak Kepolisian Republik Indonesia yang berkenan hadir secara langsung dalam kegiatan tersebut.

Ketua Bidang Jaringan Perguruan Tinggi dan Profesi Akademik PB PMII, Burhan Robith Dinaka, menegaskan bahwa kekerasan seksual di perguruan tinggi merupakan persoalan serius yang harus segera ditangani secara komprehensif.

“Satgas PPKS yang telah dibentuk di berbagai kampus harus diperkuat dengan dukungan nyata dari aparat penegak hukum. Tidak boleh ada lagi kasus yang mandek karena minimnya koordinasi antara Satgas dan pihak kepolisian,” urainya.

“Kami mendesak Polri, khususnya Direktorat PPA dan PPO, untuk lebih serius menangani kasus kekerasan seksual di perguruan tinggi dengan memberikan perlindungan maksimal kepada korban dan menindak tegas para pelaku,” tegas Burhan, sapaan akrabnya.

Merujuk data Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), selama periode 2017-2021 terdapat 35 kasus kekerasan seksual yang terjadi di perguruan tinggi, hal ini menjadikan sektor perguruan tinggi dengan jumlah kasus tertinggi jika dibandingkan dengan pesantren dan sekolah menengah atas.

Sementara itu, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) melalui Catatan Tahunan 2023 mengungkap peningkatan signifikan jumlah kasus kekerasan di lembaga pendidikan, yang naik dari 12 kasus pada tahun sebelumnya menjadi 37 kasus, dengan berbagai bentuk kekerasan mulai dari pencabulan, percobaan perkosaan, pelecehan verbal hingga kriminalisasi.

Dalam uraiannya, Burhan menjelaskan bahwa terjadi fenomena impunitas di lingkungan akademik, di mana terdapat kecenderungan penutupan kasus demi menjaga citra institusi, harus segera diatasi. Pendekatan zero tolerance harus diterapkan di seluruh perguruan tinggi, sehingga tidak ada celah bagi para pelaku untuk berlindung.

Ia menekankan bahwa penyelesaian permasalahan harus melalui mekanisme yang telah diatur dalam regulasi, agar tercipta ruang akademik yang benar-benar aman dan kondusif bagi seluruh civitas pendidikan.

PB PMII juga mengajak seluruh elemen, mulai dari mahasiswa, akademisi, hingga aparat penegak hukum, untuk bersinergi dalam mengawal implementasi kebijakan dan regulasi terkait pemberantasan kekerasan seksual di kampus.

“Kita harus bersama-sama menciptakan kampus yang aman dan bebas dari kekerasan seksual. Kerjasama antara Satgas PPKS, pemerintah, dan aparat penegak hukum adalah kunci untuk mewujudkan hal tersebut,” pungkasnya.

Exit mobile version