Era kontemporer/terkini tantangan terbesar terhadap keberagaman di negara-bangsa Indonesia salah satunya adalah paham ekstrimisme. Penyebaran paham ini semakin dipercepat oleh arus globalisasi.
Globalisasi yang dimaksud adalah dampaknya yang juga membawa pegaruh negatif pada masyarakat, yang menjadi faktor pemicu persaingan individu/kelompok, kejahatan baru, dan pudarnya nilai-nilai luhur bangsa.
Efek negatif globalisasi tersebut pada pemuda, adalah berupa potensi: (1) intoleransi beragama di kalangan pemuda, (2) kelompok pemuda menolak/berupaya mengganti ideologi/dasar negara dengan ideologi tertentu, (3) pemuda ikut adil dalam gerakan disintegrasi (perpecahan) bangsa, (4) mulai memudarnya nilai-nilai luhur bangsa Indonesia di kalangan pemuda, dan (5) pemuda menganut paham ekstrimisme.
Pemuda (usia 18-30 tahun) berkarakter demikian menjadi ancaman terhadap eksistensi negara-bangsa Indonesia. Padahal pemuda merupakan: (1) tulang punggung, harapan, dan masa depan negara-bangsa Indonesia, dan (2) negara-bangsa Indonesia mengharapkan pemuda dapat menanggung beban penduduk usia non produktif.
Pemuda tersebut dalam rancangan pembangunan pemerintah (RPJMN 2020-2024) adalah pemuda yang memiliki karakter, maju, dan mandiri yang dapat menjadi penerang kemajuan negara-bangsa Indonesia.
Ektrimisme adalah pandangan yang ingin melakukan perubahan mendasar (revolusioner) sesuai dengan tafsir/ideologinya sendiri (subjektif). Perjuangan perubahan diimplementasikan oleh kelompok paham radikal melalui kekerasan, baik kekerasan fisik maupun kekerasan wacana/simbolik.
Kekerasan fisik seperti teror, penyerangan, pemukulan, pengrusakan, pembunuhan, dan sebagainya. Kekerasan wacana/simbolik seperti provokasi, penglabelan, stigmatisasi, orasi agitatif, ujaran kebencian, dan sebagainya yang mana eskalasinya dapat menuju pada terjadinya kekerasan fisik.
Karakteristik sikap ekstrimisme antara lain: (1) intoleran terhadap paham orang/golongan lain, (2) merasa benar sendiri dan yang berbeda paham salah, (3) ekslusif yang membedakan pahamnya dengan paham yang lain, dan (4) perjuangannya melalui kekerasan.
Upaya pencegahannya bisa melalui memperkuat wawasan kebangsaan pemuda melalui pendidikan dan sosialisasi pendidikan kewarganegaraan untuk menanamkan pemahaman yang mendalam terhadap empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Perlu memberikan pemahaman yang benar tentang agama dan ilmu pengetahuan, sehingga pemuda tidak mudah terjebak pada ekstrimisme, baik ekstrim kanan maupun kiri. Mengarahkan para pemuda untuk berpartisipasi aktif pada beragam aktivitas yang berkualitas di masyarakat, seperti olahraga, seni, dan sebagainya.
Berbagai langkah tersebut, jika dapat dilakukan secara optimal akan dapat membangun kemampuan/ketahanan pemuda dari ancaman ideologi ekstrimisme. Kondisi tersebut diyakini akan dapat memberikan kontribusi positif terhadap upaya memberantas pengembangan jaringan kelompok radikal di kalangan pemuda di masyarakat.
Mohammad Fauzi adalah pengajar di PTN/PTS Jawa Timur