Sumenep – Advokat Zamrud Khan mengungkapkan dugaan bahwa oknum pegawai KCP BNI 46 Sumenep, Madura, Jawa Timur, terlibat dalam modus operandi kredit fiktif yang dilakukan secara sistematis dan terorganisir.
Ia menjelaskan, ada kerja sama antara oknum pegawai bank dengan seorang pejabat yang sengaja menggunakan nama orang lain sebagai debitur untuk melancarkan aksinya.
Zamrud Khan meyakini bahwa kasus ini bisa terungkap jika Aparat Penegak Hukum (APH) menelusuri dua oknum pegawai KCP BNI 46 Sumenep yang mengetahui kasus tersebut.
“Itu pintu awal masuknya penegak hukum terkait 2 orang oknum pegawai bank yang diberhentikan secara hormat atau tidak hormat,” kata Zamrud dalam keterangannya, Minggu (28/07/2024).
Ia juga mengatakan bahwa kasus kejahatan atau mafia perbankan dapat segera terbongkar melalui internal bank itu sendiri.
“Jika benar itu terjadi, KCP BNI 46 Sumenep sudah melanggar surat edaran Bank Indonesia (BI) tentang Fraud itu. Ini kan sudah jelas, sudah bisa unsurnya itu dicari,” ujar Zamrud.
Zamrud menduga kejahatan atau mafia perbankan sudah dilakukan secara sistematis oleh KCP BNI 46 Sumenep berulang kali.
“Kejahatan ini sudah terorganisir, antara pihak bank dengan pihak lain dan terbiasa melakukan itu. Konteksnya kan menggunakan nama orang lain, sementara yang menikmati kucuran dana kredit itu adalah orang lain bukan yang atas nama kreditur,” papar Zamrud.
Ia juga menegaskan pola kejahatan atau mafia perbankan. Menurut Zamrud, ada dua kategori dalam kasus Fraud di perbankan.
“Dalam konteks ini modelnya masuk pada kategori topengan sama tempilan,” kata Zamrud.
Topengan, yaitu pengajuan kredit dengan menggunakan nama orang lain, dan seluruh uangnya dikuasai oleh orang lain yang bukan debitur.
Tempilan, yaitu pengajuan kredit yang uangnya digunakan sebagian oleh debitur dan sebagian lagi digunakan oleh orang lain.
“Metode ini sudah umum terjadi di perbankan. Jelas, KCP BNI 46 Sumenep sudah mengabaikan Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 13/28/DPNP anti Fraud,” kata Zamrud menegaskan.
Secara hukum, Zamrud menyatakan bahwa ancaman pidana dalam kasus ini dapat dijerat dengan undang-undang korupsi dan TPPU.
“Hanya kalau untuk yang TPPU ini agak susah, tapi kalau ke tindak pidana korupsi sangat bisa. Jadi, pintu masuknya penegak hukum ya dari 2 orang yang diberhentikan itu,” tutur Zamrud.
Ia juga menuding bahwa saat ini KCP BNI 46 Sumenep terus mencoba menghilangkan peristiwa-peristiwa yang mencoreng nama baiknya.
“BNI Sumenep ini mencoba untuk mengaburkan suasana, bahwa seolah-olah tidak pernah terjadi kasus seperti ini. Sebab itu, penegak hukum perlu memiliki metode bagaimana mengungkap sebuah kerugian tindak pidana korupsi di perbankan,” pungkasnya.