Site icon Madurapers

Negara Wajib Penuhi Hak Korban Pelanggaran HAM Berat

Taufik Basari, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem

Taufik Basari, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem (Sumber: DPR RI, 2023).

Jakarta – Taufik Basari, anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menilai bahwa pengakuan negara atas terjadinya 12 pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat merupakan dasar untuk menunaikan kewajiban negara terhadap penyelesaian pelanggaran HAM berat dan pemenuhan hak-hak korban, Senin (16/1/2023).

Taufik mengatakan bahwa pengakuan tersebut mesti diikuti dengan rasa penyesalan mendalam atas kesalahan negara yang telah dibuat pada masa lalu. Pengakuan ini membuka pintu untuk mengungkapkan fakta kebenaran atas peristiwa-peristiwa tersebut.

Pengakuan negara tersebut merupakan peristiwa penting dalam kehidupan bernegara. Hal ini karena negara telah mengakui adanya kesalahan pada masa lalu, yang menjadi catatan kelam dalam sejarah perjalanan kehidupan bangsa.

Mengusut pelaku dan menegakkan hukum, mengidentifikasi korban, dan memulihkan dan memenuhi hak-hak korban, melakukan evaluasi dan reformasi kebijakan, hukum dan institusi untuk mencegah berulangnya peristiwa tersebut di masa mendatang.

Anggota Komisi III dari Politisi Fraksi Partai NasDem DPR RI tersebut juga mengatakan, langkah-langkah tersebut dinilai wajib dilakukan. Apalagi, penyelesaian pelanggaran HAM merupakan salah satu janji politik Presiden Jokowi sejak tahun 2014.

lebih lanjut dia berharap pemerintah sudah memiliki program tindak lanjut yang sistematis, terukur, realistis dan komprehensif termasuk dalam hal penganggarannya dalam APBN ke depan.

Taufik juga mengatakan bahwa ada beberapa prinsip yang harus dipenuhi negara dalam memenuhi kewajibannya terhadap pelanggaran HAM. Kewajiban ini diantaranya adalah jaminan akses keadilan bagi para korban. Selanjutnya, pemulihan yang layak bagi korban dengan segera dan tidak berlarut-larut.

Pemulihan dimaksud Taufik adalah pada aspek restitusi keadaan korban sebelum peristiwa terjadi, kompensasi penggantian kerugian korban yang dapat diperhitungkan dengan nilai ekonomis, dan pemulihan martabat korban.

“Dengan melakukan langkah-langkah serius membuka fakta, meminta maaf secara publik, membuat simbol peringatan seperti monumen dan sebagainya,” ujar Legislator dari Dapil Lampung I ini.

Selain itu, menurut Taufik, pemerintah harus memberi jaminan informasi yang relevan bagi korban atau keluarga. Akses informasi tersebut meliputi fakta peristiwa yang terjadi dan mekanisme pemulihan yang disiapkan oleh negara.

Dia juga mengatakan bahwa pemerintah memang berupaya menyelesaikan pelanggaran HAM berat dengan non yudisial, namun hal itu tidak boleh menutup penyelesaian secara yudisial.

“Penanganan non-yudisial dengan penanganan yudisial harus bersifat komplementer, saling melengkapi, dan bukan substitusi, dan saling menggantikan,” kata Taufik.

Anggota Badan Legislasi DPR RI ini juga menegaskan bahwa upaya yudisial tetap harus dilakukan. Tujuannya agar korban dan publik memiliki hak untuk mengetahui akan kebenaran peristiwa tersebut.

“Dengan pengakuan ini pemerintah harus memastikan pengungkapan fakta atas peristiwa yang terjadi dan menjadikannya sebagai sejarah resmi yang diakui negara,” tutupnya. (*)

Exit mobile version