Pesan dari seorang pengusaha dengan latar belakang pendidikan dasar, yang berharap besar kepada Presiden Terpilih Prabowo Subianto, membuka mata kita akan pentingnya perbaikan pendidikan di Indonesia. Harapan ini bukanlah sekadar impian tanpa dasar, melainkan sebuah ajakan untuk berpikir secara mendalam tentang masa depan bangsa, khususnya dalam menghadapi tantangan menuju Indonesia Emas 2045.
Generasi Milenial dan Generasi Z, sebagai motor penggerak ekonomi, saat ini sering dikritik karena dianggap memiliki mental yang rapuh dan ketergantungan pada hal-hal instan. Ini bukan hanya masalah individu, tetapi masalah kolektif yang mengancam masa depan bangsa. Pertanyaannya, bagaimana Indonesia bisa mencapai target Indonesia Emas 2045 jika generasi penerusnya tidak siap secara mental dan karakter?
Sang pengusaha percaya bahwa revolusi pendidikan adalah satu-satunya jalan. Pendidikan tidak hanya harus berfokus pada transfer ilmu pengetahuan, tetapi juga penanaman nilai-nilai budi pekerti sejak dini. Anak-anak harus diajarkan untuk memahami perbedaan antara yang benar dan salah, serta memiliki rasa malu atas tindakan yang keliru. Seperti yang ia sampaikan, “Kita harus sudah menekankan nilai-nilai rasa malu terhadap segala sesuatu kepada anak-anak kita.” Ini adalah fondasi penting dalam membentuk generasi yang kuat, baik secara mental maupun moral.
Saat ini, pendidikan sering kali diabaikan dalam hal penguatan karakter. Orang tua dan guru terkadang lebih fokus untuk menghindari konflik ketimbang memberi pelajaran yang tegas tentang benar dan salah. Hal ini, menurut sang pengusaha, dapat menimbulkan masalah jangka panjang. Anak-anak yang tidak diberi kejelasan tentang benar dan salah akan tumbuh dengan mentalitas ambigu, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi integritas mereka di masa depan.
Selain itu, kemudahan akses internet dan informasi juga dianggap sebagai salah satu tantangan terbesar. Generasi muda sering kali terjebak dalam gaya hidup hedonis yang ditampilkan di media sosial, tanpa adanya filter atau bimbingan yang memadai. Hal ini, tentu saja, merupakan cerminan dari kurangnya pendidikan yang berkualitas. “Bangsa kita ini masih belum siap secara psikologis dalam menerima kemudahan informasi,” katanya, menekankan pentingnya pembenahan sistem pendidikan agar generasi muda dapat menyeleksi informasi dengan bijak.
Dalam konteks global, pendidikan yang kuat juga berdampak pada perilaku pejabat publik. Negara-negara maju telah menunjukkan bahwa para pemimpin yang berintegritas akan mundur dari jabatannya secara sukarela ketika terjerat kasus hukum, tanpa menunggu desakan dari rakyat. Ini adalah bukti bahwa pendidikan tidak hanya membentuk kecerdasan, tetapi juga karakter dan tanggung jawab moral. Jika hal ini dapat diterapkan di Indonesia, bukan tidak mungkin kita akan melihat perubahan besar dalam tata kelola pemerintahan dan etika pejabat publik.
Sang pengusaha, meskipun hanya berpendidikan SD, menyadari betul bahwa pendidikan adalah kunci dari kemajuan bangsa. Seperti yang pernah terjadi di Jepang pasca-Perang Dunia II, ketika Kaisar Jepang memerintahkan untuk menyelamatkan para guru guna membangun kembali bangsa mereka. Ini adalah pelajaran penting bagi Indonesia, bahwa guru dan sistem pendidikan yang berkualitas adalah pilar utama dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.
Sebagai penutup, harapan sang pengusaha adalah bahwa pemerintahan Prabowo Subianto akan segera merevolusi sistem pendidikan nasional. Ini bukan sekadar program jangka pendek, tetapi sebuah visi jangka panjang yang menentukan nasib Indonesia di masa depan. Pendidikan yang kuat dan berkarakter akan melahirkan generasi yang tidak hanya cerdas, tetapi juga tangguh, sehingga Indonesia dapat berdiri tegak sebagai bangsa yang dihormati di mata dunia.
Penulis: Nanda Wirya Laksana