Site icon Madurapers

Pesantren Merespons Kehadiran Teknologi Digital

Pesantren Impian

Ilustrasi oleh Tim Madurapers

Perkembangan teknologi digital yang sangat pesat menjadi salah satu hal yang harus dipertimbangkan oleh pesantren. Paling tidak, pesantren dihadapkan pada dua pilihan, apakah akan menutup diri atau menerima kehadiran teknologi sebagai wujud gerak dinamis pesantren akan kemajuan zaman.

Secara garis besar pesantren adalah lembaga yang memiliki kewajiban menggembleng para santri dalam hal dakwah dan keilmuan agama, namun di sisi lain bagaimana pesantren mampu memberikan pembaruan kepada santri agar mampu mengimbangi keilmuannya dengan hal-hal yang baru termasuk penguasaan teknologi.

Kehadiran teknologi digital sedikit banyak dipandang sebagai salah satu transformasi baru bagi pesantren, menerima dan memanfaatkan teknologi digital tentu ada kaitannya dengan perubahan nilai dan pandangan hidup pesantren yang sudah dianut sejak lama (Adib, 2013).

Teknologi digital menjadi bagian yang dianggap akan membawa dan memberikan banyak pengaruh dalam kehidupan pesantren sehingga dalam hal ini pesantren memiliki wajah baru dalam menanggapi keberadaan dan perkembangan teknologi digital yang menjadi bagian penting di berbagai sektor saat ini, salah satunya dalam hal pendidikan dan penyebaran dakwah Islam.

Di sisi lain, kehadiran teknologi digital memiliki kaitan dengan diterapkannya aturan atau norma serta nilai-nilai yang dibagun oleh pesantren terkait pemaknaan teknologi digital. Adapun salah satu contoh nyata di lapangan yaitu adanya aturan bagi santri dalam menggunakan, mengakses, bahkan membawa teknologi digital di pesantren.

Pesantren melalui tokohnya (kiai) memiliki aturan tegas dan prinsip yang kuat untuk menghindari mudharat (efek negatif) teknologi dengan membuat tata tertib melarang atau membatasi santri dalam menggunakan teknologi komunikasi di pesantren.

Meminjam ungkapan Mandaville bahwa pesantren saat ini sedang berada dalam arus “digitalisasi” Islam yang ternyata telah menjadi gejala global, tidak hanya di dunia pesantren namun Islam secara umum.

Kebutuhan untuk menyerap informasi, menyebarkan informasi, hingga pada akses dakwah tentu menjadi pertimbangan, namun ketakutan atas lunturnya nilai-nilai dan norma pesantren dengan kehadiran teknologi digital menjadi bagian yang dilema dan membuat beberapa pesantren akhirnya masih menutup diri dari kehadiran teknologi digital.

Di antara problema yang dihadapi pesantren antara membebaskan teknologi digital masuk ke pesantren atau membatasi diri dari kehadiran teknologi digital tentu menjadi perhatian khusus tentang bagaimana santri yang bermukim di pesantren mampu menyeimbangi kebutuhan diri mereka sebagai masyarakat digital dengan kebijakan pesantren yang membatasi santri terhadap teknologi digital.

Meskipun di luar pesantren banyak remaja seusia santri yang sangat erat kehidupannya dengan bantuan teknologi digital, seperti pernyataan yang ditulis McLuhan (Santoso & Setiansah, 2010) bahwa pola kehidupan manusia saat ini termasuk dalam aspek interaksi sosial ditentukan oleh perkembangan teknologi yang dikuasai oleh masyarakat yang bersangkutan. Lalu bagaimana dengan pesantren?

Pesantren Merespons

Pandangan pesantren dalam menerima teknologi digital masuk ke dalam pesantren menjadi suatu hal yang perlu dimusyawarahkan untuk mencapai mufakat (kesepakatan) bagi pihak pesantren untuk masa depan pesantren dan untuk kebutuhan para santri.

Beberapa tokoh pesantren mengakui bahwa perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini menjadi salah satu sarana dalam menyebarluaskan ilmu agama dan segala macam bentuk pengetahuan lewat internet, sedangkan di sisi lain pesantren punya tanggung jawab kepada masyarakat termasuk pada santri bagaimana mampu menyebarkan dan sekaligus menyaring informasi yang baik dan benar (dalam rangka menghindar mafsadat bagi sistem di pesantren dan perilaku santri).

Teknologi digital bagi pesantren mampu menghadirkan berbagai macam perspektif atau penilaian, baik dari sisi positif hingga negatif. Dalam hal ini kita pahami beberapa respons kalangan pesantren terhadap kehadiran teknologi digital.

Salah satunya adalah dari Pengasuh Pesantren Tebuireng, KH. Abdul Hakim Mahfudz, mengungkapkan bahwa kehadiran teknologi digital di pesantren, merupakan transformasi baru pesantren terhadap perkembangan zaman. Baginya saat ini tidak ada yang bisa dipisahkan dengan teknologi digital.

Teknologi digital merupakan produk perkembangan zaman yang apabila kita tidak mengenalnya maka kemungkinan besar kita akan menjadi tertinggal dari peradaban dunia saat ini. Tentunya hal ini terkait dengan kemajuan pesantren yang perlu menguasai pemahaman teknologi digital, termasuk literasi digital.

Orang nomer satu di Pesantren Tebuireng itu menegaskan selama kita (santri) mampu mengelola dengan baik dalam kemanfaatan, maka teknologi digital ini akan sangat bermanfaat, salah satunya dalam penyebaran informasi, dakwah, dan keilmuan.

Tak hanya dari Pesantren Tebuireng, Wakil Rektor Universitas Darussalam (Unida) Gontor, Hamid Fahmy Zarkasyi menyatakan bahwa pesantren saat ini mendapat tuntutan untuk lebih membuka diri atas kemajuan teknologi agar siap menghadapi era industri 4.0. Hal tersebut dinilai perlu dan harus dibarengi dengan bantuan fasilitas dalam menunjang program pengembangan yang berkaitan dengan teknologi di pesantren.

Pesantren diharap bisa memahami dan menerapkan kemajuan teknologi untuk berbagai hal yang diperlukan pengajar yang terampil dibidangnya. Tidak hanya wakil Rektor Unida Gontor, namun pemerintah juga mendukung pesantren dalam menerima kemajuan teknologi, tidak hanya dalam mengajak dan mengajarkan santri berwirausaha namun juga dalam mendukung kemajuan studi agama.

Pimpinan Pondok Pesantren Al-Hikam Depok, Arif Zamhari juga menjadi salah satu pimpinan pesantren yang mendukung dan menerima masuknya teknologi ke dunia pesantren. Menurutnya teknologi merupakan suatu alat yang menunjukkan dan membuktikan kejayaan masyarakat.

Sebagai pimpinan pesantren, Arif Zamhari percaya bahwa ilmu agama maupun teknologi selalu lahir secara bersamaan, sehingga pesantren yang merupakan salah satu tempat pendidikan ilmu agama harus mendapatkan sentuhan teknologi agar mampu menghasilkan kader-kader yang tidak kalah dengan lulusan sekolah umum.

Teknologi dinilai mampu membantu para santri untuk mendapatkan wawasan dan pengalaman yang lebih luas dan mampu memanfaatkan dengan cara menyebarkan keilmuan lebih luas lagi dan mendapatkan manfaat lebih banyak.

Selain kalangan pesantren, Rektor Institut Agama Islam Negeri (saat ini UIN) Semarang, Muhibbin Noor juga mengutarakan bahwa teknologi dan penggunaan IT adalah hal yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan di pesantren.

Teknologi bukan lagi barang baru yang perlu dikhawatirkan saat masuk ke dunia pesantren. Menurutnya, teknologi yang masuk ke pesantren sama halnya dengan teknologi yang dimanfaatkan oleh kalangan luar, yang memberikan manfaat dan akan mempermudah pembelajaran dan kebutuhan pesantren.

Respons kalangan pesantren tentang kehadiran teknologi digital tentu menjadi wajah baru pesantren di mata masyarakat. Pesantren yang dikenal dengan lembaga agama tertua, mampu mengimbangi perkembangan zaman, termasuk dalam menerima kehadiran teknologi digital. Artinya, ada kabar baik bagi santri yang notabenenya adalah generasi milenial untuk memahami dan menguasai teknologi digital dengan baik, meski di dalam pesantren, mereka tetap mendapatkan ilmu-ilmu pengetahuan umum termasuk teknologi.

Inilah yang kemudian akan membuat para santri dan pesantren mampu menjadi bagian yang terus mendampingi masyarakat dalam berbagai pembaruan dan perkembangan keilmuan. Untuk pengelolaan dan manfaat kehadiran teknologi di pesantren, akan dibahas dalam tulisan selanjutnya.

 

Rara Zarary, perempuan asal Madura, saat ini aktif di komunitas Pesantren Perempuan, redaktur tebuireng.online dan lulusan Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta. Bisa ditemui di akun IG @sabdawaktu dan @rara.zarary

Exit mobile version