Site icon Madurapers

Peta APBD di Madura 2025: Sumenep Tertinggi, Sampang Terendah

Ilustrasi peringkat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) empat kabupaten di Pulau Madura Tahun Anggaran (TA) 2025. Menurut analisis redaksi Madurapers terhadap data DJPK Kemenkeu RI, peringkat pertama adalah Kabupaten Sumenep dan peringkat terakhir adalah Kabupaten Sampang

Ilustrasi peringkat Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) empat kabupaten di Pulau Madura Tahun Anggaran (TA) 2025. Menurut analisis redaksi Madurapers terhadap data DJPK Kemenkeu RI, peringkat pertama adalah Kabupaten Sumenep dan peringkat terakhir adalah Kabupaten Sampang (Sumber Foto: Madurapers, 2025).

Bangkalan – APBD 2025 di empat kabupaten di Pulau Madura menunjukkan ketimpangan fiskal yang mencolok. Data dari DJPK Kemenkeu RI menegaskan posisi Sumenep sebagai pemegang anggaran tertinggi, sementara Sampang mencatat APBD paling kecil, Kamis (05/06/2025).

Kabupaten Sumenep menetapkan APBD sebesar Rp2,83 triliun, unggul atas Bangkalan Rp2,66 triliun, Pamekasan Rp2,24 triliun, dan Sampang Rp2,09 triliun. Selisih terbesar terjadi antara Sumenep dan Sampang yang mencapai Rp741 miliar atau setara 35,5 persen.

Pendapatan Daerah tertinggi tercatat di Bangkalan sebesar Rp2,62 triliun, sedikit lebih tinggi dari Sumenep Rp2,59 triliun. Pamekasan membukukan Rp2,10 triliun dan Sampang Rp2,05 triliun, menunjukkan keterbatasan kapasitas fiskal pada dua kabupaten tersebut.

Belanja Daerah terbesar terjadi di Sumenep dengan Rp2,83 triliun, disusul Bangkalan Rp2,66 triliun, Pamekasan Rp2,24 triliun, dan Sampang Rp2,09 triliun. Seluruh daerah menetapkan belanja lebih besar dari pendapatan, menandakan defisit struktural di masing-masing APBD.

Defisit tertinggi secara nominal terjadi di Sumenep sebesar Rp240 miliar atau 9,27 persen dari pendapatan daerah. Pamekasan mencatat defisit Rp140 miliar (6,67 persen), sementara Bangkalan dan Sampang masing-masing mengalami defisit Rp40 miliar (1,53 persen dan 1,95 persen).

Pembiayaan Daerah, menurut data DJPK Kemenkeu, hanya terjadi di Pamekasan sebesar Rp140,35 miliar, yang hampir identik dengan nilai defisitnya. Tiga daerah lainnya tidak mencantumkan pembiayaan, menandakan bahwa mereka mengandalkan saldo anggaran atau efisiensi dalam belanja.

Rasio belanja terhadap pendapatan menunjukkan tekanan anggaran yang cukup signifikan di semua daerah. Sumenep mencapai 109,3 persen, Pamekasan 106,7 persen, Sampang 101,9 persen, dan Bangkalan 101,5 persen.

Dari sisi kestabilan fiskal, Sampang terlihat paling seimbang antara belanja dan pendapatan. Namun dalam kapasitas fiskal absolut, Sumenep tetap unggul dengan kemampuan membelanjakan dana paling besar dibanding kabupaten lainnya.

Bangkalan memiliki keunggulan dalam pendapatan, tetapi menetapkan belanja yang hanya sedikit di atas pendapatan, tanpa mengandalkan pembiayaan luar. Hal ini mencerminkan kebijakan fiskal konservatif dengan ruang ekspansi terbatas.

Pamekasan menjadi satu-satunya daerah yang menggunakan pembiayaan untuk menutup defisit, memperlihatkan pendekatan ekspansif yang agresif. Strategi ini bisa berdampak positif dalam jangka pendek, tetapi berpotensi menimbulkan risiko fiskal ke depan.

Perbedaan struktur APBD ini mencerminkan kesenjangan antar wilayah di Madura. Pemerintah pusat perlu memberikan dukungan kebijakan yang lebih proporsional untuk mendorong kesetaraan fiskal dan pembangunan antardaerah.

Exit mobile version