Site icon Madurapers

Polemik Proyek Pembangunan Pasar Anom Sumenep Berlanjut, LPSE Dituding Tidak Profesional

Pasar Anom Sumenep. (Istimewa)

Sumenep – Polemik soal proyek pembangunan Pasar Anom Blok Sayur Tahap I di Kabupaten Sumenep, Madura, hingga sekarang masih terus berlanjut. Pasalnya pada kasus ini, bukan hanya proses lelangnya yang diduga ilegal, akan tetapi juga terdapat beberapa hal yang dinilai kurang transparan.

Mengenai itu, salah satu Aktivis Anti Korupsi Sumenep, RB. Arifin Abdurrahman mengungkapkan, bahwa integritas Layanan Publik Pengadaan Barang/Jasa di Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) Sumenep juga menjadi sorotan bagi beberapa pengamat.

Jadi pada kasus tersebut bukan hanya perihal persyaratan Kerangka Acuan Kerja (KAK) yang disusun oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPKo) yang menjadi polemik, melainkan telah merembet pada persoalan lain.

“Kok bisa LPSE tidak memahami konsep di luar, bahwa ada yang substansial dan tidak substansial,” katanya, Jumat (01/10/2021).

Pihaknya menilai bahwa terjadinya polemik pada proyek pembangunan Pasar Anom Blok Sayur Tahap I ini, merupakan cerminan dari gagalnya Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sumenep, dalam menempatkan pejabat yang profesional terhadap tupoksinya masing-masing.

“Ini kelemahan Sumenep mulai dari dulu tidak mendudukkan orang-orang dalam jabatan sesuai bidang kemampuannya. Kalau pihak LPSE berbicara seperti itu kan sama saja mengumumkan kebodohan diri sendiri. LPSE ini adalah juri dari ajang kontes pengadaan, seharusnya diisi orang-orang yang memang mempuni dalam kapasitasnya,” lanjut Arifin.

Menurut dia pihak LPSE Sumenep bukan lantas mengambil keseluruhan persyaratan dalam KAK yang dirancang PPKo sebagai bahan evaluasi, akan tetapi sangat perlu untuk dipilah kembali.

“Tidak serta merta seluruh persyaratan dalam KAK yang disodorkan oleh PPKo ke Pokja menjadi syarat mutlak dan dijadikan point penilain pada saat evaluasi, makanya Pokja harus memahami persyaratan yang masuk dalam kategori substansial dan tidak substansial,” jelasnya.

“Sebab apa yang terjadi selama ini syarat-syarat tambahan yang tidak ada kaitan langsung dengan substansi pekerjaan dijadikan senjata pamungkas untuk menjatuhkan pihak tertentu, dan ini sudah umum berlaku di Sumenep. Saya tidak menyatakan memang ada kongkalikong, tapi biar masyaratak yang menilai sendiri,” timpalnya.

Selain itu, dirinya juga menuding LPSE Sumenep telah berbohong jika mengatakan pihaknya tidak tahu-menahu terkait perubahan persyaratan pada proyek tersebut.

“Suatu kebohongan jika LPSE/Pokja tidak tahu-menahu tentang perubahan persyaratan tersebut. Memang perubahan penambahan persyaratan itu merupakan kewenangan PPko, akan tetapi tidak menutup kemungkinan Pokja memberikan usulan atau masukan dalam rapat pokja dengan PPKo. Jadi jangan licik dan cuci tangan begitu sebagai pejabat,” tudingnya.

Lebih tegas, Arifin mengatakan bahwa berdasarkan Undang-Undang yang ada maka pihak LPSE selayaknya dilibatkan pada proses pembahasan persyaratan dalam suatu proyek.

“Jika itu memang benar berarti PPKo tidak mengindahkan peraturan tentang penambahan persyaratan yang diatur oleh Perpres 12 tahun 2021 serta PP no 94 tahun 2021 tentang kedisiplinan Pegawai Negeri Sipil,” paparnya.

Berdasarkan pernyataat tersebut, maka secara jelas Arifin menilai bahwa pengondisian proses lelang proyek pembangunan Pasar Anom Blok Sayur Tahap I merupakan hasil dari kongkalikong antara PPKo dan Pokja.

“Peryataan ini menunjukkan bahwa diduga PPKo dan Pokja sudah ada koordinasi. Jika dugaan ini benar maka kedua belah pihak telah memberikan keterangan palsu,” pungkasnya.

Exit mobile version